“…dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu”
(Yohanes 8:32).
Alkitab berulang kali dan tanpa ragu memakai kata kebenaran dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Kata ‘emet merupakan akar kata dari bahasa Ibrani yang berkaitan dengan kebenaran. Kata ini berarti “satabilitas”, “kesetiaan”, dan “kesesuaian terhadap fakta”. Kata ‘emet bisa juga menyatakan “apa yang sesuai dengan kenyataan”. ‘Emet bisa juga memiliki konotasi “hal yang autentik, bisa diandalkan, atau semata-mata benar”. Kebenaran tentang Allah adalah, Allah itu benar kepada firmanNya dan di dalam tindakanNya dan sikapNya; Allah adalah yang benar dan setia.
Kata Yunani kebenaran dalam perjanjian baru adalah, aletheia yang juga berarti “kesesuaian terhadap fakta”. Menurut Leon Morris, Rasul Paulus sering menggunakan kata benda aletheia, untuk menunjuk pada “kebenaran sebagai keakuratan, yang bertentangan dengan kesalahan”. Dan juga, pandangan Alkitab tentang kebenaran (‘emet-aletheia) bukanlah ciptaan budaya, anggapan mayoritas orang, atau kelompok tertentu.
Apakah kebenaran itu?
Dalam Alkitab, Bapa, Yesus dan Roh Kudus adalah kebenaran (Why 3:14; Yoh.14:6; 14:17; 15:26). Injil atau firmaNya juga disebut kebenaran (Yoh.17:17; 2Kor.11:10). Dan kedatangan Yesus ke dunia untuk menyatakan kebenaran dan memberikan kesaksian tentang kebenaran (Yoh.18:37). Artinya kebenaran tentang Allah yang harus kita ketahui telah diungkapkan dalam Alkitab. Alkitab adalah wahyu Tuhan, perkataan Allah yang tidak mungkin salah. Singkat kata, Allah dan firmanNya (Alkitab) adalah “benar”, “sesuai fakta”, “autentik”, “akurat”, dan “dapat dipercaya dan bertentangan dengan kesalahan.”
Dan yang sangat penting kita ketahui adalah, kehendak Allah yang terutama bagi manusia adalah “keselamatan dan pengetahuan akan kebenaran” (1Tim.2:4). Bahkan Allah menjanjikan berkat rohani dan materi untuk mereka yang mencari kebenaran (Mat.6:33). Kebenaran dapat diketahui dan ditemukan melalui Alkitab. Di zaman sekarang tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak mengetahui kebenaran. Sebab Tuhan telah menyatakannya melalui Alkitab. Setiap orang punya kesempatan memperolehnya.
Kebenaran-Kebenaran Penting yang Harus Dipercayai
- Kebenaran tentang Allah. Allah itu ada, benar dan hidup. Dia adalah pemilik, pencipta langit dan bumi dan segala isinya (Kej.1; Kisah 17:22-34). Dia juga adalah hakim yang akan menghakimi semua manusia suatu saat nanti. Semua manusia akan mempertanggung jawabkan segala sesuatu dihadapan Allah (2Kor.5:10; Why.20:12). Lebih lanjut, Allah itu esa yang menyatakan diri menjadi tiga pribadi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Tritunggal). Allah tritunggal adalah tiga pribadi namun satu di dalam esensi-Nya. Ia memiliki tiga pribadi tetapi satu di dalam natur-Nya. Ketiganya setara dalam wewenang, kuasa dan kehormatan.
- Kebenaran tentang Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah Allah yang menjadi manusia. Ia sepenuhnya Allah dan juga manusia (Kol.2:9). Selama Ia di bumi, Ia mengesampingkan Ke-TuhananNya agar bisa menyelesaikan misiNya di dunia yaitu mati bagi manusia (Fil.2:6-8). Alkitab tidak meminta kita mengakuinya hanya sebagai nabi, guru, teladan moral, manusia kudus, tokoh terpenting sejarah (Mat.16:14). Ia ingin kita mengakuiNya sebagai Tuhan (Roma 10:9), Allah (Roma 9:5), satu-satunya Juru selamat yang mati dan bangkit, dan satu-satunya jalan keselamatan (1Kor.15:1-4; Kisah.4:12). Dia bukan sekedar tokoh yang harus dihormati, diteladani melainkan Tuhan Allah yang harus disembah (Yohanes 9:38; Matius 28:9; 14:33).
- Kebenaran tentang Alkitab. Alkitab yang terdiri dari 66 kitab adalah firman dari Allah yang maha benar. Alkitab tidak mungkin salah, sebab Allah sendiri yang mewahyukannya. Roh Kudus yang menggerakkan atau mendorong agar nabi-nabi dan rasul menuliskannya (2Petrus 1:21). Lagipula Alkitab telah membuktikan dirinya benar. Penemuan arkeologi dan ketepatan sejarah meneguhkan keakuratan Alkitab. Jika Alkitab bisa salah, maka kredibilitas sumbernya sungguh diragukan. Sebaliknya, karena Allah itu benar maka apa yang difirmankanNya merupakan suatu kebenaran yang mutlak, absolut dan final. Dan lagi, Alkitab tidak hanya kebenaran, tapi satu-satunya kebenaran dan firman Allah. Artinya, di luar Alkitab tidak ada firman Allah baik lisan maupun tulisan. Allah tidak menurunkan wahyu atau firman lagi saat ini, karena semua yang Tuhan ingin kita ketahui telah dicatat dalam Alkitab. Oleh sebab itu kita harus menerima Alkitab sebagai satu-satunya sumber otoritas Allah, membaca isinya, dan yang lebih penting dari semua itu adalah kita harus melakukan atau mengamalkan firmanNya dalam setiap segi kehidupan kita. Kita harus menjadikan Alkitab sebagai kompas moral dan pedoman hidup dengan membaca, mengerti, dan melakukannya. Alkitab dapat mengubah kehidupan (2Tim.3:16), memberikan kebahagiaan dan keberhasilan (Maz.1:2-3).
- Kebenaran tentang dosa. Alkitab berkata, “semua manusia telah berdosa…” (Roma 3:23), dan “telah mati di dalam dosa” (Efe.2:1). Semua manusia telah berdosa kepada Tuhan. Dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, kita telah berdosa kepada Tuhan. Dosa adalah kekejian bagi Allah. Dosa adalah penghinaan terhadap kekudusan Allah. Itulah mengapa Allah sangat membenci dosa. Dosa sangat bertolak belakang dengan kodrat Allah (Yes. 6:3; I Yoh. 1:5). Dosa telah membuat Allah murka. Alkitab memberitahu kita bahwa “upah dosa adalah maut” (Roma 6:23). Artinya, semua manusia yang berdosa tanpa terkecuali harus menerima hukuman mati. Tetapi puji syukur pada Tuhan karena kasih karuniaNya, jalan keselamatan tersedia melalui kematian Yesus di kayu salib. Tetapi, kematian Yesus Kristus di kayu salib bukan berarti semua manusia secara otomatis diselamatkan.
- Kebenaran tentang keselamatan. Satu-satunya jalan keselamatan hanya melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus (Efe.2:8-9). Tidak ada jalan lain menuju kepada Bapa di sorga selain melalui Yesus (Yoh.14:6; Kisah 4:12). Ungkapan “banyak kepercayaan menuju ke satu tempat” bukan ajaran Alkitab. Memang banyak orang bahkan beberapa kepercayaan mengajarkan tentang Yesus, tapi jauh berbeda dengan Yesus Kristus dalam Alkitab (1Kor.15:1-4). Setiap orang yang ingin diselamatkan harus bertobat dan percaya (beriman) kepada Yesus Kristus (Yoh.3:16; Kisah.20:21). Beriman bukan sekedar tahu atau mengakui bahwa Yesus Juruselamat. Beriman artinya, anda mempercayakan hidup anda kepada Kristus dengan menyakini bahwa Yesus Kristus sudah mati menanggung semua dosamu dan telah mengampuni semua dosa-dosamu di kayu salib. Hal itu berarti anda sungguh yakin bahwa dengan mempercayakan hidup anda ke dalam tangan Kristus, anda pasti diselamatkan, dan anda bebas dari hukuman dosa. Perbuatan baik dan jasa manusia tidak diperlukan untuk keselamatan, sebab keselamatan murni kasih karunia atau pemberian melalui jasa Yesus Kristus di kayu salib. Kita hanya bisa menerima keselamatan dengan iman. Dan iman merupakan sikap hati, respon, bukan perbuatan.
- Kebenaran tentang tubuh Kristus (Jemaat). Gereja adalah rencana Allah di bumi ini. Tuhan memerintahkan agar kita berjemaat (Ibr.10:25), karena itu sangat penting untuk kesehatan rohani kita. Jemaat adalah tubuh Kristus (Efs.1:23), dan setiap orang percaya harus berjemaat. Setelah tubuh kemuliaan Yesus naik ke sorga, Yesus membangun tubuh rohaniNya di bumi supaya orang-orang percaya bersekutu bersama, saling mengasihi, menguatkan, menasehati, membangun, menolong, memperhatikan dan saling bertanggung jawab. Gereja adalah laboraturium rohani. Terlebih penting gereja adalah “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1Tim.3:15). Artinya, gereja/jemaat di tetapkan sebagai tempat kebenaran diajarkan dan dilestarikan. Gereja bertanggung jawab agar kebenaran Alkitab di sebarluaskan. Gereja harus memastikan bahwa anggota-anggota jemaat mengerti kebenaran dan fasih dalam mengaktualisasikannya. Gereja yang kehilangan fungsi dan panggilannya akan menciptakan orang Kristen KTP, Kristen Tanpa Pertobatan. Orang Kristen seperti ini kata George Barna, akan melahirkan generasi yang anarki. Kurang bermoral, pasif dan apatis. Bila di suatu tempat anda menemukan orang-orang Kristen semacam itu, yakni orang Kristen yang terbiasa melakukan dosa, berpacaran dengan orang yang tidak seiman, perokok, peminum alkohol, kawin cerai kawin, suka berselingkuh, kurang menghormati orang tua, tidak suka membagikan firman, sangat mungkin gereja ditempat itu telah kehilangan keasinannya, alias gereja tidak alkitabiah. Itulah mengapa gereja yang alkitabiah amat sangat penting. Kehadirannya bukan hanya menyelamatkan anda, tapi juga generasi setelah anda. Salah memilih gereja akan berakibat fatal.
- Kebenaran tentang kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali. Ya, Yesus pasti akan datang kembali. Itu janjiNya kepada kita (Kisah.1:11). Saat itu akan tiba bahkan Yesus akan datang segera. KedatanganNya akan mengejutkan orang yang tidak percaya karena tidak siap (Mat.24:39), dan menghiburkan orang-orang percaya yang telah menanti-nantikan kedatangannya (1Tes.4:16-17). Memang tidak seorang pun yang tahu kapan Tuhan Yesus datang. Namun tidak demikian dengan orang percaya. Alkitab telah memberikan tanda-tanda kedatanganNya yang kedua (Mat.24; 1Tes.4:16-17). KedatanganNya sudah diambang pintu.
- Kebenaran tentang kematian & kebangkitan Yesus Kristus. Tanpa penumpahan darah, tidak ada pengampunan dosa (Ibr.9:22). Karena itu, kematian Yesus sangatlah penting. Dosa tidak dapat ditanggulangi terlepas dari kematian Kristus. Dosa manusia menuntut segalanya dari Yesus. Dibutuhkan darah ketika Allah menyatakan bahwa upah dosa adalah maut. Dan darah itu adalah “darah Kristus”. Yesus Kristus harus mati dengan cara yang sangat mengerikan untuk membayar harga dosa kita yang sangat mengerikan. Semua dosa manusia telah ditanggungNya di kayu salib, dan pada hari yang ketiga Yesus Kristus bangkit dari kematian (1Kor 15:2-4). Yesus mengalahkan maut dan membuktikan bahwa Ia berkuasa atas hidup dan mati, Ia adalah Tuhan di atas segala tuhan.
- Kebenaran tentang Sorga & Neraka. Semua manusia pada suatu saat akan mati. Setelah mati, Allah akan menghakimi setiap orang (Ibr. 9:27). Mereka yang namanya tercatat di buku kehidupan akan menerima hidup yang kekal untuk tinggal bersama Allah di Sorga (Luk.10:20), sedangkan mereka yang tidak tercatat namanya dalam buku kehidupan akan dicampakkan ke dalam api neraka (Why.20:12-15). Sorga adalah tempat tinggal Allah (2Kor.12:1; 1Pet.3:22; Mat.6:9), dan para malaikat juga tempat dimana orang-orang percaya akan bersekutu dan tinggal dengan Allah selama-lamanya (Why.21:3). Tidak ada duka dan air mata di sorga (Why.21:4). Yang ada adalah kebahagiaan, kedamaian dan keindahan abadi.
Lain halnya dengan neraka. Neraka adalah tempat penyiksaan. Tempat dimana Allah akan menghukum iblis dan pengikut-pengikutnya, dan juga orang-orang yang tidak bertobat (Why.14:10). Akan ada kengerian yang dasyat di sana. Lautan api akan membakar iblis dan orang-orang yang tidak percaya, namun mereka tidak bisa mati. Mereka akan disiksa selamanya sesuai dengan apa yang mereka perbuat (Why.20:10). Ini adalah tempat yang nyata, dan sungguh-sungguh ada, sebab Alkitab telah memberitahukan kepada kita.
Jangan Kompromi !
Tentu, masih banyak kebenaran-kebenaran dalam Alkitab yang perlu kita ketahui, karena Alkitab penuh dengan kebenaran Allah. Hanya saja ada beberapa atau paling sedikit sembilan poin doktrin Alkitab yang besar, terpenting yang tidak boleh dikompromikan atau bahkan diabaikan. Jika kebenaran-kebenaran ini dikompromikan, kekristenan akan menuju kepunahan. Fenomena ini sedang terjadi. Semakin banyak gereja mengkompromikan bahkan meninggalkan kebenaran ini. Waspadalah. Jangan biarkan diri anda disesatkan.
KEKHUSUSAN PANDANGAN ALKITAB
TENTANG KEBENARAN
1. Kebenaran diwahyukan oleh Allah. Kebenaran tidak ditemukan oleh individu atau komunitas. Berbagai kepercayaan mungkin merupakan hasil dari temuan manusia atau kalompok, tetapi kebenaran berasal dari pernyataan Allah yang berpribadi dan bermoral, yang membuat diri-Nya diketahui. Surat Paulus kepada jemaat Roma, misalnya,membari tahu kita bahwa Allah telah membuat diri-Nya dapat diketahui, baik melalui ciptaan maupun hati nurani manusia, sehingga semua manusia tidak bisa berkilah dihadapan Pencipta dan Pemberi hukum mereka (2:14-15). Orang-orang yang menindas kebenaran yang diwahyukan ini telah membuat berhala dalam kefasikan (1:18) dan bukan menyembah Allah (1:21-25), dengan melakukan hal ini, “mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta” (1:25). Dusta menjadi berhala, dan setiap berhala mengaburkan kebenaran. Ini karena semua berhala tidak nyata dan menipu. Semua berhala hanyalah konstruksi sosial yang memilukan dan tidak benar atas apa yang kudus.
Selain mewahyukan diri-Nya secara umum melalui ciptaan dari hati nurani, Allah telah mewahyukan kebenaran akan keselamatan melalui karya-karya-Nya yang dahsyat dalam sejarah, inkarnasi dan ke-66 kitab di dalam Alkitab. Surat Ibrani menyatakan sifat dari wahyu Allah, “Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pdang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” (Ibr. 4:12). Firman Allah merupakan wahyu dari Keberadaan yang transenden, kudus, dan komunikatif dan dengan demikian, memiliki dinamisme mental yang melampaui psikologi, sosiologi, dan politik dari pembacanya, meskipun firman Allah disampaikan melalui budaya dari konteks aslinya. Bagi Paulus, Alkitab diilhami secara ilahi, “segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim.3:16). Firman Tuhan bukan hanya bermanfaat secara praktis, ia juga benar secara teoritis (Yoh.17:17). Allah telah mewahyukan kebenaran kepada kita, dan bukan hanya diri-Nya sendiri.
2. Kebenaran objektif bereksistensi dan bisa diketahui. Klaim bahwa Allah telah mewahyukan diri kepada kita menawarkan kebenaran objektif sebagai isi yang kognitif dari wahyu. Allah merupakan sumber dari kebenaran objektif tentang diri-Nya sendiri dan tentang ciptaan-Nya. Tidak hanya itu, kebenaran juga bersifat objektif karena Allah, dikarenakan karakter dan kehendak-Nya, merupakan tingkat banding tertinggi, sumber dari segala kebenaran. Kebenaran objektif merupakan kebenaran yang tidak tergantung pada peraaan, hasrat, dan kepercayaan subjektif suatu ciptaan manapun. Paulus menyatakan hal ini ketika dia membahas ketidak percayaan sejumlah orang Yahudi, “Jadi bagaimana, jika diantara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-kali tidak! Sebaliknya; Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong” (Rm.3:3-4). Kebenaran Allah tidak tergantung pada pengalaman atau interpretasi individu atau kelompok manapun, betapapun pengalaman dan interpretasi itu terasa kuat, populer dan berpengaruh besar secara budaya.
Penekanan alkitabiah akan kebenaran objektif tidak mengecilkan keharusan untuk menjadikan kebenaran Allah sebagai milik pribadi secara subjektif dan eksistensial; sebaliknya, penekanan ini mempertajam dan memperdalam kebutuhan akan pengalaman pribadi yang autentik. Percaya pada kebenaran objektif tidak berarti bahwa seseorang bersikap netral atau tidak memihak terhadap kebenaran itu. Kebenaran, khususnya kebenaran Injil yang menyelamatkan dan menguduskan, merupakan perkara yang sangat besar. Iman alkitabiah meliputi persetujuan atas doktrin yang benar (yang didapatkan dari wahyu Alkitab), sebagai unsur mutlak dari iman yang menyelamatkan dan pertumbuhan di dalam Kristus. Tetapi iman yang alkitabiah juga menuntut kepercayaan dan komitmen kepada kebenaran yang telah disetujuinya itu.
Objektivitas kebenaran Allah juga tidak mengurangi realitas gereja sebagai komunitas orang-orang percaya yang interaktif dan saling bergantung. Gereja, sebagai komunitas milik Allah, dilahirkan melalui kebenaran dan dibentuk oleh kebenaran itu. Maka, Paulus menyebut gereja sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1Tim. 3:15). Dia juga berharap agar gereja menjadi dewasa sampai taraf dimana para anggotanya “mengatakan kebenaran di dalam kasih diantara sesama (Ef. 4:15). Ibadah, pengajaran, khotbah, persekutuan. perjangkauan keluar dan pelayanan gereja harus dipusatkan pada kebenaran yang diwahyukan dan yang objektif itu, sebagai dinamikanya yang menyatukan dan mendorong. Seperti Kristus sendiri, tubuh Kristus harus ‘memberi kesaksian tentang kebenaran” (Yoh. 18:38)
3. Kebenaran Kristen bersifat mutlak dalam naturnya. Hal ini berarti kebenaran Allah tidak berubah-ubah. Kebenaran Allah adalah benar tanpa pengecualian. Kebenaran Allah juga tidak bersifat relatif, dapat berubah atau bisa diperbaiki. Cuaca bisa berubah, tetapi Allah tidak.
Satu teks klasik tentang kemutlakan kebenaran adalah pernyataan Yesus yang tidak bisa dikompromikan. “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, Tidak ada seorang pun yang dating kapada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6). Tidak ada pengecualian dari klaim ini: hanya ada satu jalan kepada Bapa – Yesus sendiri. Menghadapi pluralisme di dunia Mediteranian kuno, Paulus dengan berani mengatakan hal berikut di dalam diskusinya mengenai makanan yang dipersembahkan kepada berhala:
Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: “tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa.” Sebab sungguh pun ada apa yang disebut “allah”, baik di sorga, maupun di bumi dan memang benar ada banyak “allah” dan banyak “tuhan” yang demikian – namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup. (1Kor. 8:4-6)
Kebenaran Injil tidak tunduk kepada veto siapa pun atau kepada prosedur demokratis apa pun. Yesus tidak diangkat menjadi Tuhan oleh manusia melainkan dipilih oleh Allah; Ia juga tak bisa diturunkan dari tahta-Nya oleh upaya, opini, atau pemberontakan manusia mana pun. Yesus menyatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” (Yoh. 3:16). Yesus adalah satu-satunya Anak, tanpa ada yang lain setara.
Meski demikian, kebenaran mutlak Yesus Kristus membebaskan manusia yang bisa berbuat salah dan yang penuh kebutuhan ini, dari kebingungan yang ditimbulkan oleh banyaknya klaim religius yang saling bertentangan. Allah terfokus di dalam Yesus dan bukan terserak di seluruh peta. Ada satu jalan untuk keluar dari labirin (lika-liku) spiritual – jika orang memandang pada salib. Seperti yang dikatakan Yesus, “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya berolah hidup kekal” (Yoh. 3: 14-15).
4. Kebenaran bersifat universal. Bersifat universal berarti terterapkan di mana saja, meliputi apa pun dan tidak meluputkan apa pun. Pesan Injil dan hukum moral Allah tidak dikurung atau dibatasi oleh kondisi-kondisi budaya. Rasul Petrus berkata, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis. 4:12). Hal ini meliputi setiap orang dan tidak meluputkan satu orang pun. Keselamatan ditawarkan kepada seluruh manusia, bukan hanya pada satu kelompok orang tertentu. Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada” (Ef. 1:21-22). Jangkauan otoritas Kristus tidak terbatas. Paulus memperluas hal ini dalam hymne kristologisnya yang menyatakan bahwa karena Kristus Yesus, yang meskipun “dalam rupa Allah,” mengosongkan diri-Nya untuk datang ke dunia demi keselamatan kita, Allah Bapa “mengaruniakan kepada-Nya nama diatas segala nama.” Dalam terang inilah “segala lutut bertekuk” dan “segala lidah mengaku: Yesus kristus adalah Tuhan” (Flp. 2:6, 9-10).
5. Kebenaran Allah berlaku secara kekal dan penting, bukannya trendi. Di zaman postmodern, lingkungan kita dipenuhi dengan gambar-gambar yang terang, kata-kata yang kacau dan kebisingan yang menyilaukan – semua berlomba mendapatkan perhatian (dan uang) kita. Gaya sesaat, baik di dalam iklan, politik, atau olah raga, datang dan pergi dengan kecepatan yang semakin tinggi. Tampaknya tak ada satu hal pun yang mapan, berakar, atau stabil melintasi waktu. Di dalam bukunya The Culture of Disbelief: How American Law and Politics trivialize Religious Devotion (1993), Stephen Carter meratap bahwa bagi banyak orang (dan Negara), agama hanya seperti hobi, hal yang bisa menyenangkan diri, suatu rasa ingin tau ketika mood untuk itu muncul, tetapi bukan hal yang harus dianggap serius.
Tetapi melampaui semua hal yang hanya bertahan sesaat itu, terdapat “Batu Karang Zaman.” Melampaui kerapuhan selera yang terus berganti, pacuan hobi dan fluktuasi pasar, berdirilah Firman Tuhan yang teguh dan berakar di dalam Allah yang kekal, Penguasa alam semesta. “Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi Firman Allah kita tetap untuk selama-lamanya” (Yes. 40:8). “Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga” (Mzm. 119:89). Dan seperti dinyatakan Allah kepada umat-Nya yang pemberontak, “Aku, TUHAN, tidak berubah” (Mal. 3:6; lihat juga Ibr, 13:8). Allah tetap setia pada janji-Nya terhadap ciptaan-Nya dan kepada komunitas-Nya dan yang dipanggil-Nya itu. Firman-Nya bertahan dan bisa diandalkan, dari zaman ke zaman.
Kebenaran Allah didasarkan pada keberadaan Allah yang kekal. Kebenaran-Nya ini tak memiliki tanggal kedaluwarsa dan tak memerlukan pembaharuan apapun. Selain itu, kebenaran Allah adalah kebenaran yang hidup, personal, dan dinamis – kebenaran yang melampaui keremeh-temehan yang berubah-ubah dari zaman kita, dan menyentuh keberadaan kita dalam tingkat terdalam, dengan mengikut sertakan kita di dalam drama yang kekal. Kebenaran ini mengubah kita, seperti diketahui dengan baik oleh Daud, “Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau” (Mzm. 119:11).
Seperti ungkapan Soren Kierkegaard, orang-orang Kristen hidup “dibawah audit kekekalan” dan di dalam perubahan-perubahan drama illahi. Setiap hal adalah penting, ketika dilihat di bawah audit kekal. Dan jauh dari keremehan, kebenaran Allah yang diungkapkan pada planet pemberontak ini, terus-mererus berlaku dan terus-mererus bersifat controversial. Karena itu, para pengikut Yesus terlibat dalam perdebatan besar untuk merebut hati dan pikiran makhluk-makhluk kekal ini. Taruhannya tidak terbatas, para partisipannya berharga. Allah yang kekal menawarkan hidup kekal melalui “darah Kristus” yang “telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat” dan “menerima bagian kekal yang dijanjikan” (Ibr. 9:14-15). Kebenaran tidak bisa mati, tetapi “kematian kedua” menantikan orang-orang yang menolak kebenaran Allah yang menyelamatkan itu (Why. 21:8).
6. Kebenaran bersifat eksklusif, spesifik dan antitetis. Bagi satu “ya” teologis terdapat jutaan “tidak.” Apa yang benar menyingkirkan semua hal yang bertentangan dengannya. Inilah alasan Allah menyatakan, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Kel. 20:3). Jika hanya ada satu Allah sejati, semua pihak yang mengklain sebagai allah adalah palsu. Logika antitesis yang tak bisa ditawar-tawar juga terdapat dibalik ucapan Yesus yang menakutkan, “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju pada kebinasaan, banyak orang yang masuk melaluinya” (Mat. 7:13). Kebenaran adalah tepat dan persis, dan penyimpangan sedikit saja dari kebenaran berarti menggantikan kebenaran dengan kesalahan. Ketepatan di dalam kebenaran haruslah menjadi tujuan kita, meskipun itu tidak pernah menjadi pencapaian kita yang sempurna.
Logika kebenaran adalah logika dari hukum (atau prinsip) nonkontradiksi. Misalnya, Jika hanya ada satu Allah, maka tidak mungkin ada lebih dari satu Allah. Prinsip logis ini bukanlah milik unik dari orang Kristen; prinsip ini merupakan kebenaran dari semua ciptaan. Ini adalah cara yang Allah tentukan bagi kita untuk berpikir. Bertentangan dengan apa yang diklaim oleh sejumlah teolog yang telah menyimpang, iman Kristen tidak mengharuskan kita melampaui hukum logika ini. Meskipun cara-cara Allah melampaui cara-cara kita (Yes. 55:8-9), Allah itu konsisten dan tidak bisa berdusta (Tit. 1:2). Allah tidak bisa menyangkal diri-Nya sendiri atau menyatakan hal yang salah; Dia juga tidak bisa menjadikan satu hal benar dan salah dalam cara yang sama pada waktu yang sama.
Dengan menyatakan bahwa setiap pernyataan factual dan penyangkalannya tak mungkin benar dua-duanya, maka hukum (atau prinsip) tak ada pilihan tengah memiliki pemahaman esensial yang sama dengan hukum nonkontradiksi. Yehova adalah Tuhan atau dia bukan Tuhan. Tak ada pilihan tengah. Yesus mengasumsikan prinsip ini saat Ia memperingatkan, “tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua Tuhan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”(Mat.6:24). Sama sekali tidak ada pililan tengah. Dan lagi, kebenaran ini terlalu penting untuk dikompromikan; taruhannya terlalu tinggi, karena hanya ada satu Injil yang bisa menyelamatkan orang berdosa dari hukuman kekal – Injil Yesus Kristus.
7. Kebenaran, dipahami secara Kristen, bersifat sistematis dan utuh. Kebenaran itu satu, sebagaimana Allah itu satu. Semua kebenaran saling berhubungan sebagai ungkapan dari relaitas objektif dan harmonis dari Allah – keberadaan-Nya, pengetahuan-Nya, dan ciptaan-Nya. Hanya ada satu dunia, dunia milik Allah: uni-verse, bukan multi-verse. Di zaman yang puas dengan pengetahuan yang terpecah-pecah dan opini yang saling berkonflik, orang-orang Kristen harus berjuang bagi perspektif kehidupan yang terpadu dengan baik, yang menggemakan kebenaran dimanapun Ia dirumuskan. Francis Schaeffer berkata, “Tidak ada gunanya mengatakan Dia adalah Alfa dan Omega, yang Awal dan Yang Akhir. Tuhan atas segalanya; jika Dia bukanlah Tuhan atas kehidupan intelektual saya yang seutuhnya. Saya salah dan kebingungan jika bernyanyi tentang ketuhanan Kristus sambil berjuang untuk mempertahankan bidang-bidang kehidupan saya sendiri agar tetap otonom.”
8. Kebenaran Kristen adalah tujuan akhir, bukan alat untuk mencapai tujuan lain. Kebenaran Kristen harus diidamkan dan didapatkan karena nilainya. Hal ini bertentangan dengan pragmatisme postmodern, yang mengorupsi kebenaran menjadi fungsi sosial atau pilihan pribadi. Seperti dinyatakan Harry Blamires, “Tidak ada penyimpangan terhadap iman Kristen yang lebih licik jika dibandingkan dengan memperlakukan iman Kristen hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan duniawi, betapapun terhormatnya tujuan itu pada dirinya sendiri. Iman Kristen penting karena ia benar.”
Agama postmodern menganggap kebenaran sebagai hal yang lentur dan bisa diadaptasikan dengan kebutuhan dan gaya yang dirasakan seseorang. Artinya, kebenaran adalah apa yang berlaku – bagi saya atau kelompok sosial saya (relative). Tetapi iman Kristen mengajarkan bahwa kebenaran berlaku (atau menghasilkan buah rohani) karena ia memang benar.
KEMBALI PADA KEBENARAN
Tanpa suatu pemahaman Alkitab yang menyeluruh dan berakar, orang kristen akan dibungkam oleh budaya disekitarnya atau akan melakukan kompromi-kompromi yang mengerikan dan pada akhirnya menghancurkan kekristenan itu sendiri.
PENTINGNYA KEBENARAN
Belilah kebenaran dan jangan menjualnya (Amsal 23:23a)
Kebenaran merupakan hal yang terbaik dan terindah di dunia, meskipun sukar dan mengecilkan hati. Tetapi toh kita selalu bersikap ambivalen dan ambigu terhadap kebenaran, ketika kebenaran membawa kita ke tempat yang tidak kita inginkan. Ada orang yang gembira, bersyukur tak kala kebenaran menghampirinya. Mereka akan melakukan apa saja untuk memperoleh kebenaran (lihat: Mat. 13:44-45). Ada pula yang gugup, takut, dan menjauh ketika kebenaran mulai tampat jelas di depan matanya (band: Yoh. 6:66). Bisa jadi, harga yang harus dibayar untuk kebenaran terlalu besar. Kendati, pada abad mula-mula sampai pertengahan, harga memiliki kebenaran sejati adalah nyawanya sendiri.
Sejarah gereja penuh dengan jejak darah orang-orang yang mempertaruhkan nyawanya demi kebenaran. Jhon Bunyan dipenjarakan selama 12 tahun karena kebenaran. Jhon Hus dibakar hidup-hidup, Marthin Luther dikejar-kejar, Felix Manz ditenggelamkan hidup-hidup karena kebenaran, dan ada jutaan orang percaya yang dibunuh, dianiaya karena kebenaran.
Oleh sebab itu, orang-orang Kristen di zaman ini seharusnya malu karena tidak mau membayar harga sedikit untuk sebuah kebenaran. Padahal harga yang seharusnya mereka bayar tidak sebanding dengan orang-orang Kristen sebelumnya. Paling banter mereka ditinggalkan teman-teman atau dijauhi keluarga. Andai saja mereka mau merenungkan ganjaran bila mereka menerima kebenaran, nyawa pun akan mereka korbankan.
Membeli kebenaran memang ada harga yang harus dibayar (Amsal 23:23). Namun, bila kita merenungkan kembali bagaimana Yesus Kristus dengan rela memberi diriNya disiksa, dipukul, dicambuk, direndahkan dan dibunuh, betapa kecilnya harga yang harus kita bayar. Lagi pula kebenaran akan membuahkan berkat rohani yang tak ternilai harganya.
Jika hari ini Anda menerima kebenaran, dampak rohani terhadap diri Anda besar sekali. Kehidupan rohani Anda akan bertumbuh pesat. Anda akan mengerti agenda Allah dan menjadi alat yang sangat efektif dalam rencana besar Allah. Tidak berhenti di situ, dampak rohaninya akan menular kepada anak-anak Anda dan orang-orang disekitar Anda. Pada akhirnya keputusan Anda akan menyelamatkan generasi ini dan generasi yang akan datang. Pilihan ada pada Anda dan Saya. Anda memilih menjadi penonton setia atau pelaku kebenaran. Ingat! Keputusan Anda akan Anda pertanggung jawabkan kelak dihadapan Tuhan (1Kor. 3:13; 2Kor. 5:10).
GBIA berkomitmen dan bertekat memperjuangkan kebenaran-kebenaran sejati tanpa kompromi, meski sadar feedback-nya cukup besar. Apa yang kami lakukan bukan untuk GBIA sendiri, tetapi untuk kebaikan semua orang. Dan perjuangan ini akan terasa ringan bila ada orang-orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan turut serta menjadi pembela-pembela kebenaran.
Mengapa kebenaran penting ?
Mengapa kebenaran begitu sangat penting? Bukankah kebenaran akan berdiri tegak sendiri tanpa harus ditegakkan? Itu benar, Jika kita semua adalah robot dan iblis tidak pernah ada. Kebenaran menjadi mahal harganya dan harus ditegakkan, dikarenakan kebenaran sedang diserang. Yang lebih menakutkan adalah kebenaran-kebenaran Kristen sedang gencar dipalsukan. Keputusan Anda menjadi penonton hanya akan membawa malapetaka besar di dunia ini. Pikirkan itu!
1. Kebenaran penting karena inti kepercayaan kita dipertaruhkan.
Teolog Kristen, J. Gresham Machen, berpendapat, “apabila doktrin dan kebenaran Alkitab ditinggalkan maka bukan kekristenan liberal yang kita dapatkan, melainkan suatu agama yang sama sekali berbeda, yakni agama palsu.” Kita melihat bagaimana hal ini membuat gereja-gereja arus utama merosot pada abad lalu dan hingga sekarang ini. Gereja-gereja konservatif pun terancam bahaya yang sama hari ini. Jajak pendapat yang dipublikasikan dari tahun ketahun menunjukkan kemerosotan signifikan. Barna Research Group, sebuah badan riset yang paling kredibel di dunia mendapati 49 persen pendeta Protestan menolak kepercayaan inti Alkitab (www.worldmag.com). Pada tahun 2005 saja, Barna Research mengadakan jajak pendapat dikalangan Kristen dengan tema “Belief: Heaven and Hell”. Hasilnya, 54 % orang Kristen percaya bahwa jika seseorang itu secara umum baik, atau melakukan perbuatan baik bagi orang lain selama hidup mereka, mereka akan mendapatkan tempat di surga, dan 39 % percaya sesuai dengan Alkitab bahwa seseorang harus bertobat dan percaya jika ia ingin ke sorga (www.georgebarna.com).
Saya sendiri (Gbl. Alki) baru-baru ini mendengar seorang pendeta yang melayani disebuah gereja besar di Depok yang mengatakan bahwa Yesus bukan satu-satunya Juruselamat. Ada lagi seorang hamba Tuhan yang menyandang gelar S.Th pernah berdiskusi dan menurutnya, “Semua agama sama, berbeda jalan, namun menuju terminal yang sama.” Artinya, Pendeta itu inging berkata, “semua agama sama saja, meskipun namanya berbeda, namun semua akan menuju ke sorga.” Fenomena mengerikan ini sedang menghancurkan kekristenan. Atas nama pluralisme dan toleransi, inti kebenaran telah khianati. Alhasil, iman Kristen kini dipandang sekedar salah satu kepercayaan biasa yang sama dengan agama-agama lainnya. Setiap penyimpangan doktrin disikapi dengan tenggang rasa. Coba pikirkan, Jika Kekristenan tidak bedanya dengan Islam, Katolik, Hindu dan Budha, maka tidak ada alasan bagi kita untuk mempertahankan iman Kristen, dan semua klaim-klam mengenai kebenaran Kristen adalah kebodohan dan juga, semua misionaris, penginjil, dan duabelas murid yang telah mempertaruhkan nyawanya demi kebenaran yang mutlak eksklusif dan antithesis adalah orang-orang bodoh. Pada akhirnya, kekristenan kata seorang atheis, Friedrich Nietzsche, “akan hilang sendirinya.”
2. Tanpa kebenaran, injil diselewengkan.
Melemahkan komitmen kita kepada kebenaran memungkinkan kita merusak injil tanpa menimbulkan protes siapa pun. Anda bisa membuktikannya dengan menghadiri gereja lain secara acak. Anda akan menemukan injil-injil murahan sedang dikhotbahkan di mimbar-mimbar gereja. Para pengkhotbah tidak lagi mengkhotbahkan pertobatan sebagai tema utama (Mat.3:2; 4:17; Kisah.2:38; 20:21). Berita tentang dosa nyaris tak terdengar. Akibatnya, dosa tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang sangat menjijikkan, melainkan suatu kelemahan biasa, lumrah dan bisa dimaklumi. Berkat, Mujizat, kaya, kasih, sukses, telah menjadi tema utama (2Tim.4:3-4). Sementara itu, mereka yang jujur memberitakan kebenaran dianggap tidak toleran, tidak punya kasih, menghakimi dan kaku. Banyak Hamba-hamba Tuhan, karena khawatir tidak diundang lagi, mereka mendisain ulang Injil menurut selerah orang. Asal jemaat senang, racun diubah menjadi madu.
3. Menolak kebenaran mengakibatkan buta Alkitab.
Bahwa kebenaran sudah ditinggalkan terbukti dari meluasnya buta Alkitab. Tanyakan pada diri Anda sendiri seberapa sering Anda membaca dan merenungkan firman Allah dalam sehari? Apakah gereja di mana Anda berjemaat menuntun Anda agar hidup Anda melekat dengan Alkitab? Apakah gereja Anda mengadakan kelas-kelas study Alkitab supaya Anda paham dan mengerti isi Alkitab, bahkah Anda sanggup menjelaskan kebenaran Alkitab kepada orang lain? Yang saya saksikan justru mengerikan. Sangat sedikit orang Kristen yang telah membaca habis Alkitab dari Kejadian sampai Wahyu. Sangat sedikit orang Kristen yang paham mengenai pokok-pokok iman Kristen, apalagi menjelaskannya. Jangan heran bila dosa semakin merajalela.
4. Menolak kebenaran menyebabkan kebingungan etika.
Menyangkal kebenaran wahyu Allah merusak setiap upaya untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan etika kontemporer, khusunya dalam hal seks, yang punya peran besar dalam seluruh kehidupan kita. Sering kali di situlah kita ingin mengarang aturan sendiri. Limapuluh tahun lalu kita akan sulit menemukan sepasang laki-laki dan perempuan yang hidup bersama tanpa ikatan perkawinan. Begitu juga dengan mereka yang hamil di luar pernikahan. Apalagi perselingkuhan dan perceraian. Perbuatan-perbuatan demikian masih dianggap aib atau dosa besar yang sangat memalukan. Tetapi, di abad 20 s/d 21, hal-hal itu dianggap lumrah, lazim atau biasa. Hamba Tuhan yang mengecam dosa-dosa itu dianggap kejam, tidak punya kasih dan ekstrim. Parahnya lagi, banyak dari mereka yang melakukan perbuatan demikian mendapat jabatan penting dalam gereja. Oh, jangan menghakimi…. Oh, jangan bilang itu salah…. Oh, semua orang melakukanmya… itulah slogan mereka (band: Mat. 5:37; Yoh. 7:24).
Belum lama ini ada gereja yang meneguhkan pasangan yang ternyata salah satunya masih beristri. Anehnya, ketika pasangan ini tahu bahwa perbuatan itu salah, bukannya bertobat, mereka meneruskan perbuatan dosa mereka. Dan salah satu dari pasangan itu sangat giat melayani di beberapa gereja. Ketika kebenaran dikompromikan, akibatnya sangat besar dan terus membesar. Ketika gereja menurunkan standart kebenaran, dunia akan mempertontonkan etika buatan iblis, yakni: Seks bebas, pembrontakan anak kepada orangtua, anarki, perselingkuhan, perzinahan, percabulan, mementingkan diri sendiri, tinggi hati, sombong, dll (2Taw. 15:3-6). Mengenai keluarga, George Barna pernah mengadakan riset Pada tahun 2007, persentase kelahiran yang terjadi di luar nikah di Amerika mencapai 40%. Ini adalah dua kali lipat dibandingkan dengan 1980 dan delapan kali lipat dari 1950. Di Islandia, 66% kelahiran terjadi pada wanita yang belum menikah; di Swedia, 55%; di Norwegia 54%; di Denmark 46%. Lagi-lagi, ketika kebenaran Alkitab dikompromikan, hasilnya seoerti ini. Firman Allah memperingatkan: “Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa” (Amsal 14:34).
5. Menolak kebenaran menuntun kepada ilah-ilah palsu.
Ketika Tuhan Alkitab ditolak, orang pun memilih ilah baru. Zaman pascamodern telah melantik toleransi sekuler sebagai ilahnya. Dulu teleransi berarti mendengarkan semua titik pandang dengan penuh hormat, bebas berdiskusi untuk sama-sama mencari kebenaran. tetapi pengakuan iman bagi toleransi, ilah baru itu, adalah kebenaran mustahil diketahui. Jadi, setiap orang bebas berpikir dan bertindak sesukanya, dengan satu kekecualian: Orang-orang yang berani percaya bahwa mereka mengetahui kebenaran, khususnya jika mereka berpikir bahwa Allah yang mengungkapkan kebenaran itu kepada mereka, tidak boleh ditoleransi. Akibatnya, orang-orang yang memahkotai ilah baru toleransi menjadi wasit mutlak atas budaya. Ilah baru toleransi menjadi dalam kedok liberalisme, tiran mutlak.
Ilah toleransi benci kepada orang Kristen yang mengusung klaim kebenaran. Tetapi satu-satunya yang dibencinya melebihi mereka ini adalah orang Kristen yang membuktikan dan menyebarkan kebenaran itu. Mengapa kebenaran sangat penting? Karena gereja benar-benar tidak bisa menjadi gereja tanpa memihak kebenaran. Yesus datang sebagai jawara kebenaran dan sosok yang memihak kebenaran. Tanpa kebenaran, gereja berpaling kepada penggunaan terapi dan mendapatkan pasien, bukan murid.
Tugas angkatan ini sama seperti setiap angkatan adalah memahami kekristenan sebagai pandangan lengkap tentang dunia dan tempat manusia di dalam dunia, yaitu sebagai kebenaran. Jika kekristenan bukan kebenaran, ia bukan apa-apa, dan iman kita hanyalah perkara yang sentimentil belaka atau mungkin tahayul.
singkat, padat dan berbobot. Lanjutkan!
Syalom!Mohon artikelnya diperbanyak. Habis, artikel yang berbobot jarang banget.