(Berita Mingguan GITS 21 Januari 2012, sumber: www.wayoflife.org)
Minggu lalu, Paul Gilkey menembak dan membunuh putranya dan dua orang saudara ipar di depan istrinya sendiri yang sedang sekarat, Darlene, lalu dengan pistol itu menembak dirinya sendiri (“Terminally Ill Woman Witnessess Husband Kill 3 Family Members,” FoxNews, 11 Jan. 2012). Pembunuhan beruntun itu terjadi karena adanya percekcokan mengenai Darlene, yang terbaring karena kanker, sebaiknya diberi teh beserta roti, ataukah jeruk yang telah dikupas oleh suaminya untuknya. Semua korban ditembak di kepala. Kekerasan yang kacau ini seharusnya tidak pernah terjadi, karena Gilkey sudah pernah terbukti membunuh seseorang pada tahun 1970an, dan seharusnya dia sudah dihukum mati sebagaimana dituntut oleh hukum Allah. Sebaliknya, dia hanya menjalani hukuman penjara 10 tahun. Hukuman mati yang Tuhan tetapkan lebih tua daripada hukum Musa. Hukuman mati diberikan kepada Nuh setelah air bah, dan dimaksudkan untuk semua bangsa. “Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia. Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri” (Kej. 9:5-6). Orang-orang yang tidak percaya berpikir bahwa hukum Allah terlalu keras, tetapi sebenarnya hukum Allah adalah jalan kehidupan dan berkat dan kebebasan sejati. Manusia tidak diciptakan untuk menentukan jalannya sendiri, dia diciptakan untuk memiliki hubungan yang intim dengan Allah Pencipta; dan jalan Allah selalu adalah jalan yang terbaik.