Menadahkan Tangan yang Suci

(Berita Mingguan GITS 26 Mei 2012, sumber: www.wayoflife.org)

Alkitab berbicara mengenai menadahkan atau mengangkat (atau menaikkan) tangan yang suci kepada Tuhan (Maz. 28:2; 63:5; 119:48; 134:2; Rat. 2:19; 3:41; 1 Tim. 2:8; Ibr. 12:12), tetapi aktivitas Alkitabiah ini berbeda dari yang dipraktekkan hari ini oleh para penyembah kharismatik dan kontemporer. Tindakan Alkitabiah menaikkan (menadahkan) tangan adalah simbol dari iman dan pengudusan seseorang di hadapan Tuhan. Kita disuruh “berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan” (1 Tim. 2:8). Menadahkan tangan dalam pengertian ini, saya berkata, “Tuhan, saya berdiri di hadapanmu dalam doa, mempercayai janji-janjiMu dan telah mengaku dosa-dosaku dan berjalan sesuai firmanMu.” Di sisi lain, praktek pengangkatan tangan para penyembah kontemporer berhubungan dengan aspek pengalaman penyembahan kharismatik yang mistis. Mereka ingin merasa “terhubung dengan Allah.” Graham Kendrick, salah satu nama terbesar dalam penyembahan kontemporer, mengatakan, “Cara lama berkhotbah dan bernyanyi telah tergusur oleh suatu pengharapan bahwa … Allah akan melawat kita, dan kita akan MENGALAMI KEHADIRANNYA DALAM SUATU CARA YANG DAPAT DIRASAKAN” (wawancara 11 Juni 2002 dengan Chris Davidson dari Integrity Music). Misi dari Integrity Music dan Integrity Worship Ministries adalah “membantu orang di seluruh dunia MENGALAMI HADIRAT ALLAH YANG NYATA” (integritymusic.com). Para penyembah kontemporer menggunakan musik yang sensual untuk menghasilkan pengalaman ini. Dengan menyerahkan diri mereka kepada kuasa musik itu, dengan ritme-ritmenya yang sensual, pengulangan-pengulangannya, urutan harmoninya yang tidak selesai, dll., penyembah kontemporer dipengaruhi secara fisik dan emosional sambil dia terbawa oleh musik itu sendiri. Dalam konteks ini, pengangkatan tangan adalah simbol pengalaman “terhubung” (connect) dengan Allah dalam “suatu cara yang dapat dirasakan.” Tangan lebih mirip seperti antena rohani untuk menangkap atau berkoneksi dengan “roh.” Ini adalah mistikisme buta dan tidak ada hubungannya dengan penyembahan sejati. “Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya” (Ibr. 13:15).

This entry was posted in General (Umum), Kharismatik/Pantekosta. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *