(Berita Mingguan GITS 10 Juni 2017, sumber: www.wayoflife.org)
Pada sidang Sinode Umum bulan Juli ini (2017), Gereja Inggris akan mempertimbangkan suatu proposal untuk jenis kebaktian baptisan baru “untuk merayakan individu-individu transgender yang telah mengganti jenis kelamin” (“Church of England Considers Baptizing People into New Gender,” ChristianHeadlines.com, 2 Juni 2017). Gereja ini, kalau masih bisa disebut gereja, telah memiliki imam-imam transgender. Salah satunya adalah Rachel Mann, yang mengatakan, “Orang-orang trans merasakan panggilan yang kuat untuk diakui dalam nama ‘pilihan’ mereka. Jadi, suatu kesempatan untuk secara publik diperkenalkan kepada Allah adalah signifikan.” Kita tidak yakin “Allah” yang mana yang dimaksud oleh Mann, tetapi jelas bukanlah Allah Pencipta yang menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan. Kitab Suci mengajarkan bahwa sang Pencipta membentuk setiap individu di dalam rahim menurut suatu rencana yang sudah dari dahulu kala, dan menjadi laki-laki atau perempuan bukanlah suatu kebetulan. Gereja-gereja sejati tidak merayakan kebengkokan moral; gereja-gereja sejati memberitakan Injil Yesus Kristus yang mengubah hidup, sehingga orang-orang berdosa ditobatkan dari kejahatan dan diberikan suatu pikiran yang baru yang mengasihi kebenaran dan kebajikan. Gerakan transgender di abad 21 ini adalah konsekuensi logis dari gerakan feminis uniseks abad 20. “Mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya” (Maz. 139:16).