(Berita Mingguan GITS 11 November 2017, sumber: www.wayoflife.org)
New York Times baru-baru ini melaporkan tentang sebuah operasi pra-kelahiran yang dilakukan untuk memperbaiki kecacatan yang dikenal dengan istilah spina bifida (tulang belakang pada bayi tidak menutup dengan sempurna). Para dokter telah menganjurkan kepada kedua orang uta, Lexi dan Joshuwa Royer, untuk mengaborsi bayi tersebut, dengan alasan bahwa anak kemungkinan akan memiliki “kualitas hidup yang rendah.” Tetapi, mereka lebih memilih operasi pra-kelahiran. Selama prosedur yang berlansung tiga jam itu, dokter membelah perut Ny. Royer, dengan hati-hati mengeluarkan rahim dari tubuhnya, memasukkan fetoskop dan alat-alat operasi lainnya ke dalam rahim melalui pembukaan rahim, dan mengoperasi bayi yang masih dalam kandungan usia 24 minggu itu. Cairan amniotik (air ketuban) dikosongkan dan sebagai gantinya dimasukkan karbon dioksida untuk mempertahankan rahim tetap mengembang, sehingga dokter bedah dapat melihat dan mengkaterisasi jaringan dengan lebih baik. Ada banyak pelajaran yang dapat ditarik dari peristiwa ini. Pertama, kita memuji keluarga Royer karena tidak mau mengaborsi bayi mereka. Alkitab mengajarkan bahwa Allah adalah pencipta dan pemberi buah kandungan (Kej. 29:31; 30:22; Rut. 4:13) dan Dia membentuk bayi di dalam kandungan (Maz. 139). Kedua, kerelaan sang ibu untuk mempertaruhkan nyawanya demi kebaikan bayinya, adalah suatu tindakan kasih yang mengatasi kepentingan sendiri, dan ini mengingatkan bahwa kita dibentuk dalam gambar dan rupa Allah dan masih memiliki keserupaan itu, walaupun telah jatuh. Salah satu dokter yang membantu dalam operasi tersebut mengobservasi bahwa “operasi janin adalah salah satu dari sedikit operasi yang bisa memiliki tingkat mortalitas 200%.” Ketiga, teknologi medis modern itu sendiri adalah bukti bahwa manusia diciptakan sesuai gambar dan rupa Allah, dan bukanlah bagian dari dunia binatang. Keempat, kepercayaan pada Allah memberikan orang perspektif yang berbeda dan lebih baik terhadap kehidupan. Ibu dari Ny. Royer mengatakan bahwa walaupun mereka tahu bahwa bayi itu kemungkinan besar akan memiliki kecacatan tertentu, “Kami percaya dengan kuat kepada Allah dan kami damai tentang hal ini; bayi ini akan sangat dikasihi; kami tidak peduli hal lain” (“Reporting from the Operating Room as Doctors Perform Fetal Surgery,” The New York Times, 24 Okt. 2017).
Pertanyaannya, adakah di Indonesia? (terutama di rumah sakit swasta kelas elit)
Setahu saya belum ada.