Pengkhotbah yang Belajar untuk Percaya pada Tuhan dalam Perpuluhan

(Berita Mingguan GITS 3 Februari 2018, sumber: www.wayoflife.org)

Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan” (Mal. 3:10). “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Kor. 9:6). Satu-satunya cara untuk mempraktekkan secara efektif memberi kepada Tuhan secara rutin adalah dengan iman. Kita harus percaya janji-janji Tuhan bahkan dalam saat-saat kesulitan. Dan kita harus mengingat bahwa Allah menguji iman untuk memperlihatkan apakah iman itu sejati, dan juga untuk membuatnya bertambah kuat (Yak. 1:2-4). Banyak kali jika seorang Kristen memutuskan untuk mulai memberikan perpuluhan, dia akan mengalami masalah finansial tertentu untuk menguji keputusannya itu. John R. Rice bercerita tentang seorang penginjil bernama Kuykendahl di Texas pada awal abad 20. Dia memiliki pelayanan khotbah sirkuit (keliling), dan persembahan yang dia dapatkan sangat kecil, sehingga keluarganya yang besar mengalami kesusahan. Satu tahun, seorang pebisnis yang kaya mengunjungi daerah itu untuk membagikan kesaksiannya di beberapa gereja, dan penginjil Kuykendahl adalah tuan rumahnya, dan membawa dia dari tempat ke tempat dalam kereta kudanya. Di antara berbagai hal yang dia saksikan, pebisnis itu menantang orang-orang untuk memberikan perpuluhan dan mendukung pekerjaan Tuhan yang besar. Sambil mereka berperjalanan suatu hari, pebisnis itu bertanya kepada sang penginjil apakah dia percaya perihal perpuluhan. Dia menjawab, “Ya, saya akan senang untuk memberikan perpuluhan, tetapi saya terlalu miskin dan harus mengurus keluarga saya yang besar.” Pebisnis itu menjawab, “Saya akan memberikan suatu penawaran padamu. Jika kami mau memberi perpuluhan untuk setahun penuh, saya akan menjamin kamu. Jika pada waktu mana pun dalam tahun tersebut engkau menemukan bahwa engkau tidak dapat membayar kewajiban-kewajibanmu, dan tidak tahu lagi harus berpaling ke mana, hubungi saja saya, dan saya yang mengirimkan uang yang diperlukan kepadamu. Saya seorang yang kaya, dan saya orang yang pegang janji.” Kuykendahl dengan antusias menjawab, “Saya akan dengan senang menerima penawaran ini.” Sang penginjil menetapi janjinya, dan memberi perpuluhan dengan setia, tetapi dia tidak pernah perlu menghubungi pebisnis tersebut. Pada akhir dari 12 bulan, penginjil tersebut merenungkan apa yang terjadi. Allah telah memberkati dia tahun itu dan memenuhi semua keperluan. Orang-orang memberikan kepadanya lebih daripada yang pernah terjadi, dan keluarganya mengalami banyak berkat spesial. Sambil dia merenungkan hal-hal ini, hatinya tiba-tiba terpukul ketika dia menyadari bahwa dia mempercayai kata-kata seorang pebisnis, padahal dia tidak siap untuk mempercayai Firman Allah yang hidup, yang telah memberikan janji yang lebih hebat!

This entry was posted in General (Umum), Renungan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *