Gereja Episkopal Menghilangkan “Suami dan Istri” dari Liturgi Pernikahan

(Berita Mingguan GITS 19 Mei 2018, sumber: www.wayoflife.org)

Gereja Episkopal di Amerika Serikat, yang adalah gereja ultra-liberal, berencana untuk menghilangkan istilah-istilah yang dianggap menyakiti kaum homoseksual dari liturgi pernikahan mereka. Kata-kata “persatuan suami dan istri” akan diganti dengan “persatuan dua orang” dan istilah “untuk melahirkan anak-anak” akan diganti dengan “kasih karunia anak-anak” (yang merefleksikan adopsi anak oleh pasangan sama jenis). Gereja Episkopal, yang adalah bagian dari Komuni Anglikan seluruh dunia, telah berjalan di jalur ini untuk waktu yang lama. Denominasi ini tidak pernah menjadi gereja Perjanjian Baru menurut pemahaman dan standar Perjanjian Baru, dan mereka semakin dibanjiri oleh liberalisme theologis sejak awal abad 20. Pada tahun 1960, Uskup Episkopal, James Pike, mengatakan bahwa doktrin Tritunggal adalah doktrin yang “kuno, tidak dapat dipahami, dan tidak esensial” (The Christian Century, 21 Des. 1960). Setelah tuduhan kesesatan dilayangkan pada Pike pada tahun 1967, Gereja Episkopal membuat suatu resolusi yang menyatakan semua kesesatan itu sudah ketinggalan zaman. Pada tahun 1976, John Spong, ditahbiskan sebagai uskup dari wilayah Episkopal di Newark, New Jersey, walaupun dia menyangkali hampir semua doktrin iman Kristiani. Pada tahun 1985, Jesus Seminar didirikan dengan dukungan kuat dari kaum Episkopal, termasuk Marcus Borg dari Oregon State University. Seminar ini secara jahat mengklaim bahwa Yesus hanya mengucapkan sekitar 20% dari hal-hal yang dituliskan seolah dari mulut Yesus dalam Perjanjian Baru, dan bahwa Yesus yang digambarkan dalam Alkitab, secara garis besar adalah fiksi. Pada tahun 1993, sebuah survei terhadap hampir 20.000 anggota Episkopal, menunjukkan bahw tujuh puluh persen percaya “orang-orang Kristen yang setia bisa secara seksual aktif sebagai gay dan lesbian” (Christian News, 1 Nov. 1993). Tujuh puluh lima persen setuju hidup bersama lawan jenis tanpa pernikahan. Dalam bukunya, Rescuing the Bible from Fundamentalism, tahun 1991, Spong mengatakan bahwa Rasul Paulus adalah “seorang homoseksual yang ter-represi yang membenci dirinya sendiri.” Pada tahun 1998, Spong mengatakan, “Saya akan memilih untuk membenci, bukan menyembah, allah yang menuntut pengorbanan putranya” (Christianity Today, 15 Juni 1998). Pada April 2003, uskup Episkopal, Charles Bennison, mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah seorang berdosa (Worthy News, 14 April 2003). Dua bulan setelah itu, Wilayah Keuskupan New Hampshire memilih uskup pertama dalam sejarah Gereja Episkopal yang secara terbuka adalah homoseksual (V. Gene Robinson). Pada Juni 2006, sidang nasional Gereja Episkopal di Amerika Serikat, mayoritas besarnya melakukan voting untuk melawan sebuah resolusi yang berbunyi, “suatu komitmen yang tak berubah kepada Yesus Kristus sebagai anak Allah, satu-satunya nama yang olehnya manusia dapat diselamatkan.” Dalam khotbah-khotbah pertamanya setelah dipilih menjadi uskup yang menjabat di Gereja Episkopal, tahun 2006, Katharine Jefferts Schori menyebut “ibu kita Yesus.”

This entry was posted in Kesesatan Umum dan New Age, LGBT. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *