(Berita Mingguan GITS 20 Oktober 2018, sumber: www.wayoflife.org)
Pada tanggal 11 Oktober, grup musik Rock Kristen, MercyMe, mengunjungi Gedung Putih untuk berpartisipasi dalam acara Presiden Trump menandatangani Undang-Undang Modernisasi Musik. Saya menemukan suatu hal yang sangat menarik, bahwa para anggota grup tersebut memakai jas dan dasi secara tradisional untuk acara Gedung Putih tersebut, sementara mereka biasanya berpakaian casual untuk Rumah Tuhan, memakai t-shirt, baju yang tidak disisipkan ke celana, jeans, cargo pants, sepatu tenis, dan hal-hal lain seperti itu. Saya tidak mengatakan bahwa pakaian yang layak untuk gereja hanyalah jas dan dasi yang tradisional di Barat; yang saya mau katakan adalah bahwa jika ada suatu acara di muka bumi ini yang untuknya kita pantas ‘berpakaian rapi dan terhormat’ sesuai dengan standar budaya kita masing-masing, maka acara itu adalah perkumpulan resmi umat Tuhan di rumah Tuhan yang hidup, 1 Timotius 3:15. Mengapa berpakaian rapi dan terhormat untuk gereja? Untuk menghormati Tuhan! Walaupun masyarakat Amerika telah menjadi casual dan “berantakan” secara ekstrim dalam masa hidup saya (ketika saya lahir, orang-orang masih memakai jas dan dasi dan gaun yang sopan ke pertandingan olahraga), orang Amerika masih tahu apa artinya “dress up” (yaitu berpakaian rapi dan resmi dan terhormat). Mereka “dress up” untuk acara pernikahan, untuk makan malam di restoran yang mewah, dan acara-acara lain. New York Philharmonic Orchestra masih melarang pemain musik wanita mereka untuk memakai celana panjang, dan kebanyakan orang menganggap sebuah konser formal oleh sebuah orkestra besar sebagai suatu acara khusus, dan akan berpakaian rapi dan formal untuk acara tersebut. Sayap Barat Gedung Putih membuka kesempatan tur dengan “kode pakaian bisnis casual (tidak boleh celana pendek, jeans, t-shirt, sendal, dll.),” dan ketika bertemu dengan presiden, “Laki-laki harus memakai jas dengan baju yang bersih dan rapi, atau khaki dengan baju berkancing, juga bersih dan rapi; para pria, pastikan sepatu anda kinclong.” Hal yang serupa juga diterapkan pada orang-orang yang mau bertemu dengan Paus: “pakaian yang sopan yang menutupi bahu dan décolleté (belahan dada), lebih panjang dari lutut; lelaki dengan jas gelap dan dasi warna utuh.” Khalayak ramai kontemporer bisa saja tertawa, tetapi saya setuju dengan pernyataan berikut: “Style adalah maknanya. Musik, pakaian, dan gaya trendy dari orang-orang Baptis independen kontemporer, memberitahu kita bukan terutama tentang pandangan mereka soal style/gaya, tetapi tentang pandangan mereka mengenai Allah. Hal yang sama dapat dikatakan mengenai kebanyakan acara. Cara kita berpakaian memberitahu kita tentang pandangan kita mengenai acara tersebut, lebih dari pandangan kita mengenai style tersebut” (Dave Mallinak, “Gone Contemporary,” https://villagesmithysite.wordpress.com/2018/08/31/gone-contemporary).