(Berita Mingguan GITS 18 April 2020, sumber: www.wayoflife.org)
Kami mendapat informasi dari sumber-sumber lain bahwa sebagian orang percaya dapat mencari cara-cara lain untuk mengatasi larangan yang digambarkan dalam laporan berikut ini, tetapi larangan ini benar-benar nyata, dan kondisi di Cina terhadap kekristenan memang opresif. Cina bukanlah negara kebebasan, dan kita perlu berdoa bagi umat Allah dan pekerjaan Injil di sana. Berikut ini disadur dari ChristianHeadlines.com, 7 Apr. 2020: “Gereja-gereja di seluruh dunia saling berhubungan dengan menggunakan dunia online selama pandemi Covid-19, tetapi tindakan demikian tetap dinyatakan ilegal di Cina. Website pengamat penganiayaan, Bitter Winter, melaporkan pada tanggal 5 April, bahwa sangat sedikit organisasi, dan ‘hanya mereka yang memegang lisensi yang dikeluarkan negara,’ yang boleh menayangkan siaran langsung kebaktian online di Cina. ‘Kita tidak bisa berkumpul karena pandemi,’ kata seorang gembala sidang gereja bawah tanah di propinsi Jiangxi kepada Bitter Winter. Gembala sidang tersebut mencoba untuk menyiarkan sebuah khotbah lewat internet, pada tanggal 9 Februari, melalui sebuah app, tetapi ia dihentikan. ‘Perkumpulan online kami yang pertama dan yang satu-satunya, diblokir oleh pemerintah, segera setelah kami mulai,’ kata pengkhotbah tersebut. Pada hari yang sama, seorang gembala sidang gereja rumah lainnya, di propinsi Shandong, juga mencoba untuk menyiarkan kebaktian online. ‘Pertemuan itu dihentikan kurang dari 20 menit setelah mulai,’ lapor Bitter Winter. Ada sebuah hukum di Cina yang berlaku sejak 2018 yang melarang penyiaran online kebaktian. ‘Tidak ada organisasi atau individu yang diizinkan untuk melakukan live-stream atau penyiaran aktivitas agama, termasuk berdoa, membakar kemenyan, penahbisan, pembacaan Kitab Suci, pelaksaan misa, penyembahan atau baptisan, secara online dalam bentuk teks, foto, audio, ataupun video,’ bunyi undang-undang tersebut. Pada tanggal 23 Februari, Two Chinese Christian Councils dari Propinsi Shandong, yang disetujui oleh negara, mengeluarkan sebuah pengumuman yang ‘menuntut semua gereja di propinsi itu untuk menghentikan live-streaming kebaktian mereka segera,’ demikian lapor Bitter Winter. Pada 28 Februari, Departemen United Front Work di distrik Nanhu, Jiaxing, sebuah organisasi pemerintah di propinsi Zhejiang, mengatakan bahwa mereka akan menginvestigasi semua aktivitas online yang dilakukan oleh gereja-gereja yang disetujui oleh pemerintah. Gereja-gereja di Cina harus mendaftarkan diri kepada pemerintah dan bergabung dengan Gerakan Patriotik Tiga Mandiri atau Asosiasi Katolik Patriotik Cina. Tetapi karena gereja-gereja yang disetujui oleh pemerintah ini amat dikekang, jutaan orang Kristen melakukan kebaktian di gereja-gereja bawah tanah yang ilegal.”