(Berita Mingguan GITS 31 Juli 2021, sumber: www.wayoflife.org)
Puluhan “nabi-nabi” kharismatik menggelorakan semangat politik dengan mengklaim bahwa Donald Trump adalah abdi Allah untuk membuat Amerika hebat lagi dan bahwa dia akan terpilih ulang pada tahun 2020. Dalam sebuah rally Trump di Las Vegas pada bulan Oktober 2020, Denise Goulet memberitahu kumpulan orang ramai, “Tuhan telah berbicara kepada saya dan berkata, ‘Aku akan memberikan presidenmu kesempatan kedua.’” Editor majalah Charisma, Stephen Strange, memprediksikan bahwa Trump akan mendapatkan lebih dari 400 suara elector [dari total 538]. Kat Kerr berkata bahwa Allah mengangkat dia naik ke surga dan memberitahu dia bahwa Trump akan menang tahun 2020 dan bahwa setelah itu akan ada delapan tahun kepresidenan Pence dan delapan tahun lagi wakil presiden-nya Pence. Kerr menyimpulkan, “Untuk 24 tahun, kita akan punya Allah di Gedung Putih.” Alex Jones mengatakan bahwa Trump sedang memajukan “suatu agenda Kerajaan.” Lana Vawser mengklaim bahwa dia mendapatkan penglihatan Yesus sedang memakaikan Trump jubah ungu dan mahkota. Nubuat-nubuat ini dan lainnya yang serupa dilihat jutaan kali di media sosial. Beberapa dari “nabi-nabi” ini telah mengakui bahwa mereka salah dan telah meminta maaf. Termasuk di antaranya adalah Jeremiah Johnson, yang menerbitkan permintaan maafnya dalam sebuah seri YouTube “Saya Salah: Donald Trump dan Kontroversi Nubuatan” dan ia kehilangan banyak pengikut. Dia berkata, “Saya percaya bahwa siklus pemilu ini telah menyingkapkan betapa kita sangat-sangat membutuhkan reformasi dalam gerakan kenabian.”
Faktanya, sekali lagi tersingkap bahwa yang disebut gerakan kenabian ini sangat tidak alkitabiah mulai dari fondasinya. Tidak ada nabi sejati dari Allah yang alkitabiah yang salah bernubuat seperti yang rutin terjadi pada orang-orang ini! Kris Vallotton dari Gereja Bethel di Redding, California, seorang “pemimipin suara kenabian” yang mempunyai “jabatan” seorang nabi dan telah menulis buku-buku tentang nubuat, mengakui bahwa dia salah dalam nubuatnya tentang Trump, tetapi dia menambahkan, “Saya tidak merasa bahwa itu membuat saya seorang nabi palsu.” Tetapi apa lagi kalau bukan nabi palsu, Kris?! Michael Brown, yang adalah salah satu pemimpin dari yang disebut-sebut Brownsville Revival di Pensacola, Florida, mengatakan tentang nubuat-nubuat mengenai Trump: “Sebagai seorang yang sepenuhnya kharismatik, saya berkata bahwa kita pantas mendapatkan ejekan dunia karena kebodohan kita.” Dia benar, tetapi mereka sudah mendulang ejekan yang pantas diterima sejak mulainya Pantekostalisme di Azusa Street, dan semua itu karena gerakan ini tidak didasarkan pada Alkitab dan dengan demikian penuh berisikan berbagai kesesatan dan kekonyolan. Dalam pertemuan-pertemuan Brownsville, yang berkaitan dengan Michael Brown tadi, terjadi hal-hal yang aneh, misalnya gembala sidang John Kilpatrick berbaring di daerah mimbar gereja selama sempat jam, “mabuk dalam roh,” dan tidak dapat bangun dan melakukan tugasnya sebagai gembala. Apapun juga “revival” ini, yang jelas ia tidak berdasarkan Alkitab. Baru-baru ini Brown bertanya, “Bagaimanakah begitu banyak dari kita bisa masuk ke dalam devosi yang sudah mirip bidat kepada seorang pemimpin [politik], mengkompromikan etika kita demi mendapatkan kursi di meja kekuasaan dan membungkus Injil dengan bendera Amerika?” Ini adalah pertanyaan yang harusnya ditanyakan juga oleh banyak orang non-Pantekosta. Kita tidak melihat ada aspek politik dalam kehidupan Kristiani dan pelayanan Rasul Paulus. Sangat mustahil melihat Rasul Paulus tergila-gila dengan Trump atau terseret dalam politik konservatif. “Jika sekiranya kamu berkata dalam hatimu: Bagaimanakah kami mengetahui perkataan yang tidak difirmankan TUHAN? Apabila seorang nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah gentar kepadanya” (Ulangan 18:21-22).
Tambahan Editor: Saya menjadi teringat akan fenomena yang sama di Indonesia, ketika pada saat pemilihan umum tahun 2014 dan 2019, ada suara-suara “nabi” yang mengklaim bahwa Tuhan memberitahukan tentang kemenangan calon presiden Prabowo. Juga pada waktu Gubernur Ahok sedang menjabat dan dalam puncak-puncak ketenarannya, saya pernah mendengar ada yang “menubuatkan” bahwa Ahok akan menjadi presiden. Pada saat itu saya malah sangat sedih, karena justru nubuat palsu seperti itu, bagi saya, berarti Ahok justru kemungkinan besar tidak akan menjadi presiden. Dalam pandemi ini juga ada banyak orang berusaha bernubuat untuk “menghardik Covid” atau menubuatkan berakhirnya Covid, yang semuanya harus gigit jari dan malu. Sungguh kasihan orang-orang Kristen yang tidak memiliki dasar Alkitab, sehingga terombang-ambing dari satu nubuat kepada nubuat palsu lainnya. Padahal firman Tuhan jelas bahwa setelah Alkitab selesai, karunia bernubuat sudah Tuhan hentikan.