Penulis: David Cloud, www.wayoflife.org
Saya bukan dokter medis. Saya pengajar Alkitab. Perhatian saya adalah pada kesejahteraan rohani umat Allah dan penguatan keluarga-keluarga dan gereja-gereja di masa-masa jahat ini. Segala sesuatu yang mempengaruhi kesehatan mental dan rohani umat tebusan Allah adalah urusan gereja.
Allah telah memberikan umat-Nya segala sesuatu yang mereka butuhkan untuk hidup di dunia yang telah jatuh ini.
“Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:16-17, TB2).
“Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib. Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia. Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita. Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan. Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung. Dengan demikian kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus..” (2 Petrus 1:3-11).
Saya tidak dapat mengatakan bahwa tidak ada waktu untuk mengkonsumsi obat antidepresan. Komposisi manusia sangatlah rumit. Ada tubuh, jiwa, roh, dan hati. Tidak seorang pun kecuali Allah yang memahami manusia sepenuhnya, dan Allah telah menyatakan banyak hal dalam Kitab Suci.
Ayah saya pulang dari Perang Dunia II dengan kondisi yang sangat terpukul akibat pertempuran hebat di Kepulauan Pasifik. Terkadang ia masih bisa berfungsi dengan baik, tetapi di lain waktu ia akan terpuruk. Akhirnya, ia tidak bisa lagi mempertahankan pekerjaannya. Istri dan anak-anaknya tidak bisa memahaminya. Itu adalah mimpi buruk yang terus-menerus dan tidak pernah berakhir. Ia keluar masuk rumah sakit, diberi terapi kejut (yang menurut saya merupakan penyiksaan yang dilegalkan), dan diberi obat-obatan. Terkadang obat-obatan itu (saya tidak yakin yang mana) tampaknya membantu, sampai ia berhenti meminumnya. Hari ini, kondisi Ayah saya dulu itu diberi nama PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Itu nyata, tetapi istilah ini juga disalahgunakan secara luas, diterapkan pada segala hal mulai dari pertempuran hebat hingga kecelakaan mobil, kekerasan terhadap anak dan kekerasan dalam rumah tangga, masuk ke perawatan intensif, bekerja di penjara, pengalaman menjadi pengungsi, dan “setiap kejadian yang membuat Anda takut akan keselamatan jiwa Anda” (ptsduk.org).
Pada bulan Juni 2022, Fellowship Baptist Church di Sidney, Montana, memberhentikan Gembala Sidang J.D. Hall dari pelayanan setelah mengetahui bahwa ia menyalahgunakan obat antidepresi yang diresepkan, yaitu Xanax. Pada tanggal 5 Juni, jemaat tersebut mengumumkan bahwa “pimpinan gereja mengetahui bahwa gembala utama kami telah jatuh ke dalam ketergantungan pada alprazolam (Xanax) yang diresepkan, yang ditandai dengan penggunaan yang melebihi dosis yang ditentukan.”
Hall pernah ditangkap oleh polisi dan didakwa dengan mengemudi dalam keadaan kurang sadar (DUI). Ia juga telah dengan marah melecehkan keluarganya. Kecanduan dan kemarahan adalah efek samping umum dari obat antidepresan. Ini, tentu saja, adalah hal yang tidak diharapkan dari suatu “pil bahagia.”
“Xanax, obat psikiatri yang paling banyak diresepkan di Amerika Serikat, umumnya digunakan untuk mengobati gangguan kecemasan dan kecemasan yang disebabkan oleh depresi. Obat ini juga ‘sangat candu jika digunakan dalam jangka panjang,’ menurut Addiction Center” (“JD Hall menyalahgunakan Xanax,” Christian Post , 28 Juni 2022).
PREVALENSI OBAT ANTI-KECEMASAN
Antidepresan adalah obat yang paling banyak diresepkan. Pasar dunia untuk jenis obat ini adalah $11 miliar setiap tahunnya. Lebih dari 100 juta orang mengonsumsi obat-obatan psikiatris di seluruh dunia, termasuk 17 juta anak-anak!
“[S]ementara 13 persen dari populasi AS mengkonsumsi antidepresan, hampir satu dari empat wanita berusia 50 hingga 64 tahun mengkonsumsinya” (Rebekah Edwards, “Dangers of Psychoactive Drugs,” 16 Februari 2018).
“Antara tahun 1991 dan 2018, total resep SSRI di AS meningkat lebih dari 3.000%. Jumlah resep untuk SSRI yang paling umum mencapai 224 juta tahun lalu, 224 juta resep di negara yang berpenduduk 330 juta orang. … Antidepresan seharusnya menyembuhkan depresi. Itulah sebabnya mereka diresepkan. Namun, pada periode yang sama ketika resep SSRI meningkat 3.000% … tingkat bunuh diri melonjak hingga 35%” (Tucker Carlson, “Obat-obatan bukan jawaban untuk setiap masalah manusia,” Fox News, 25 Juli 2022). Dari tahun 1995-1999, penggunaan antidepresan meningkat 580% pada usia 6 tahun dan lebih muda.
APA ITU OBAT ANTIDEPRESAN?
Obat antidepresan “membantu meringankan gejala depresi seperti suasana hati yang buruk, mudah tersinggung, perasaan tidak berharga, gelisah, cemas, dan sulit tidur” (drugs.com). Obat ini juga disebut obat antikecemasan, anxiolitik (peluruh kecemasan), dan obat antipanik.
Obat anti-kecemasan diresepkan untuk pengobatan Gangguan Kecemasan Umum (GAD – Generalized Anxiety Disorder), istilah psikologis yang tidak jelas batasannya dan mencakup berbagai macam masalah emosional. “Individu dengan GAD sering kali terlalu khawatir tentang masalah sehari-hari seperti kesehatan, keuangan, kematian, keluarga, masalah hubungan, atau pekerjaan” (Wikipedia). “GAD menghasilkan rasa takut, khawatir, dan perasaan kewalahan yang konstan.” Memangnya ada siapa yang tidak mengalami hal-hal seperti itu di dunia yang jatuh ini! (Catatan: Kami menganggap bidang psikologi sebagai “yang salah disebut ilmu pengetahuan.”)
Obat antidepresan didasarkan pada hipotesis bahwa depresi dan perubahan suasana hati disebabkan oleh “ketidakseimbangan kimia” di otak. “Hipotesis depresi karena monoamina” (juga disebut teori katekolamin) mengklaim bahwa kekurangan neurotransmiter monoamina (misalnya, dopamin, serotonin, noradrenalin) dapat memicu depresi. Serotonin dan neurotransmiter lainnya adalah senyawa kimia dalam darah yang merupakan bagian penting dari berbagai proses di otak. Otak secara alami membatasi produksi neurotransmitter yang berlebihan melalui penyerapan, tetapi obat antidepresan mengubah proses alami itu untuk meningkatkan zat-zat kimia tersebut.
Obat antidepresan pertama adalah iproniazid, yang dikembangkan pada tahun 1951 sebagai obat antituberkulosis. Obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas enzim monoamine-oxidase untuk meningkatkan konsentrasi monoamine biogenik (dopamin, serotonin, noradrenalin). (Pada tahun 1960-an, iproniazid ditarik karena efek samping berupa cedera hati yang mematikan.)
Obat golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor) adalah antidepresan yang paling sering diresepkan. Obat ini meningkatkan keberadaan serotonin di otak dengan menghambat mekanisme penyerapan ulang (reuptake) otak. SSRI yang pertama adalah fluoxetine (PROZAC), yang diperkenalkan oleh perusahaan Eli Lilly pada tahun 1987. Eli Lilly telah mengembangkan versi sintetis dari LSD pada awal tahun 1950-an. Obat ini bekerja dengan membanjiri otak dengan serotonin. “SSRI dan SNRI meningkatkan serotonin secara bertahap sehingga menjadi lebih membingungkan bagi pengguna dan pengamat bahwa penyakit mental/psikosis yang disebabkan oleh zat kimia ini sebenarnya adalah efek obat” (Ann Blake-Tracy, “History of Antidepressants,” 3 Agustus 2015, drugawareness.org). Obat-obat SSRI meliputi Zoloft, Paxil, Luvox, Sarafem, Stratera, Celexa, Lexapro. Effexor, Remeeron, Pristiq, Cymbalta, dan Brisdelle. Efek sampingnya meliputi “Sakit kepala, gangguan tidur, kantuk, mual, muntah, diare, penglihatan kabur, gugup, gelisah, agitasi, dan disfungsi seksual” (MedicineNet.com).
SNRI (Serotonin norepinephrine reuptake inhibitor) “meningkatkan kadar dua hormon yang disebut serotonin dan norepinefrin di otak; hormon-hormon ini adalah jenis hormon yang memberikan perasaan senang dan meningkatkan suasana hati.” Obat-obat SNRI meliputi venlafaxine (Effexor), duloxetin (Cymbalta), atomaxetine (Strattera), dan desvenlafaxine (Pristiq).
SDRI (selective dopamine-norepinephrine reuptake inhibitor) pertama kali disetujui pada tahun 1989 dengan nama Buspirone (azaperone). Obat ini meningkatkan kadar dopamin atau serotonin di otak. Merek yang paling sering diresepkan adalah BuSpar. “Efek samping umum dari obat ini termasuk perubahan suasana hati, kebingungan, sakit kepala, mual, diare, kelelahan, dan peningkatan keringat. Efek samping serius lainnya, seperti detak jantung tidak teratur dan ruam, juga dapat terjadi” (SproutHealthGroup.com).
Antidepresan trisiklik bekerja dengan “meningkatkan kadar serotonin dan norepinefrin sambil mengurangi kadar neurotransmitter lain yang disebut asetilkolin” (MedicineNet.com). Obat-obatan ini termasuk imipramine (Tofranil), anitriptyline (Elavil), dan doxepin (Sinequan).
Kelompok obat anti-kecemasan lainnya adalah golongan benzodiazepina (BENZO). Obat-obatan ini dikategorikan sebagai obat penenang. Obat-obatan ini digunakan untuk mengobati kecemasan, kejang, dan insomnia. Obat-obatan benzo yang sering diresepkan termasuk alprazolam (Xanax), lorazepam (Ativan), lormetazepam (Noctamid), clonazepam (Klonopin), diazepam (Valium), chlordiazepoxide (Librium), temazepam (Restoril), dan triazolam (Halcion), serta padanan generiknya.
“Pada tahun 2013, lebih dari setengah (56%) dari semua resep benzo adalah untuk pengobatan kecemasan. Kegunaan lainnya termasuk mengobati putus alkohol, insomnia, gangguan panik, dan kejang. Golongan Benzo telah sebagian besar menggantikan obat sebelumnya yang disebut barbiturat, yang terlalu adiktif dan memiliki terlalu banyak efek samping yang berbahaya. Penyalahgunaan obat-obat benzo lebih sulit diidentifikasi daripada jenis penyalahgunaan zat lainnya karena dapat menyerupai beberapa kondisi yang diobati dengan benzo, termasuk kecemasan dan gangguan tidur. Menggunakan benzo dengan alkohol, mariyuana, kokain, opioid, dan obat resep lainnya dapat mengancam nyawa” (Elizabeth Handy, “Risiko Demensia saat mengonsumsi obat-obatan,” 7 Juni 2022, emdrandpsychotherapy.com).
Antara tahun 1996 dan 2013, jumlah resep benzo yang ditebus meningkat menjadi 5,6% dari seluruh populasi AS. Obat Benzo seperti Valium dan Librium banyak disalahgunakan oleh pengguna narkoba ilegal. Teman-teman hippy saya dan saya menggunakan Valium (di antara banyak obat lain) di apartemen rock & roll kami di Hollywood, Florida, pada awal 1970-an ketika kami kembali dari Vietnam. Obat itu menghasilkan efek yang kuat, terutama ketika disalahgunakan.
TEORI KETIDAKSEIMBANGAN KIMIA YANG MENJADI DASAR OBAT ANTIDEPRESAN BUKANLAH ILMU PENGETAHUAN YANG BENAR
Bidang kedokteran modern tidak mengetahui cara kerja antidepresan, meskipun mereka umumnya membuat klaim berikut: “[Amitriptylin] bekerja dengan meningkatkan kadar zat kimia di otak Anda dan memperbaiki suasana hati Anda. Obat ini juga menghalangi transmisi sinyal nyeri dan meredakan nyeri saraf” (practo.com). “Antidepresan bekerja dengan mengoreksi ketidakseimbangan kimiawi neurotransmiter di otak. Para ahli percaya bahwa hal ini bertanggung jawab atas perubahan suasana hati dan perilaku” (“All about antidepressants,” medicalnewstoday.com).
“Para ahli tidak yakin secara pasti bagaimana antidepresan bekerja, tetapi secara historis obat ini dianggap bekerja dengan meningkatkan kadar neurotransmiter tertentu, seperti dopamin, serotonin, dan/atau norepinefrin, di otak. Tampaknya ini bukan cara kerja obat ini untuk melawan depresi, meskipun obat ini tetap efektif untuk mengobati depresi” (drugs.com).
Pada tahun 2022, sebuah studi besar oleh University College London menyimpulkan bahwa kekurangan serotonin bukanlah alasan orang mengalami depresi. Studi ini diterbitkan dalam jurnal Molecular Psychiatry. Penulis utama Joanna Moncrieff berkata, “Saya pikir kita dapat dengan aman mengatakan, setelah sejumlah besar penelitian yang dilakukan selama beberapa dekade, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa depresi disebabkan oleh kelainan serotonin, khususnya oleh kadar yang lebih rendah atau aktivitas serotonin yang berkurang. Popularitas teori bahwa depresi adalah karena ketidakseimbangan kimia bertepatan dengan peningkatan besar dalam penggunaan obat antidepresan. Resep untuk antidepresan telah meningkat secara dramatis sejak tahun 1990-an, dengan satu dari enam orang dewasa di Inggris dan 2% remaja sekarang diresepkan antidepresan dalam satu tahun tertentu. Banyak orang mengkonsumsi antidepresan karena mereka telah dituntun untuk percaya bahwa depresi mereka memiliki penyebab biokimia, tetapi penelitian baru ini menunjukkan bahwa keyakinan ini tidak didasarkan pada bukti” (“No evidence,” 20 Juli 2022, sciencedaily.com).
“Tidak ada pemeriksaan darah, urin, atau ketidakseimbangan kimia lainnya yang dapat menjadi alat ukur keberadaan penyakit atau gangguan mental. Bahkan pemeriksaan X-ray atau pemindaian otak tidak dapat menunjukkan adanya “gangguan mental.” Hal ini membuat banyak orang percaya bahwa pasien yang sehat memiliki kemungkinan besar didiagnosis dengan “gangguan” sekalipun mereka hanya menunjukkan gejala-gejala ringan. Banyak dari gejala-gejala ini termasuk stres dan kesulitan berkonsentrasi – masalah-masalah yang sering kali dapat dianggap sebagai respons alami terhadap tekanan sehari-hari” (Edward Group, “12 Shocking Facts about the Dangers of Psychiatric Drugs,” Citizens Commission on Human Rights International, 14 April 2014).
Berikut ini adalah tulisan Jez Tromans, “A Disorder for Everyone!” adisorder4everyone.com, 17 Juni 2017:
“Psikiater Amerika Peter Breggin, yang tidak pernah meresepkan obat psikoaktif sepanjang hidupnya, percaya bahwa ‘terapis dan penyedia layanan kesehatan yang terinformasi’ memiliki tugas etis untuk memberikan informasi ilmiah tentang efek nyata obat-obatan psikiatris, dan konsumen, ‘alih-alih menerima begitu saja apa pun yang diresepkan dokter kepada mereka” juga perlu bertanggung jawab untuk mendidik diri mereka sendiri. Dalam tinjauan baru-baru ini, ia berfokus pada apa yang ia sebut tiga prinsip psikofarmakologi rasional:
“Yang pertama adalah prinsip penonaktifan otak, yang menyatakan bahwa semua zat psikoaktif bekerja dengan menyebabkan disfungsi otak dan pikiran. Lebih lanjut, ia mengamati bahwa tidak ada obat psikiatris yang bekerja dengan memperbaiki atau mengoreksi ketidakseimbangan biokimia atau malfungsi biologis lainnya yang diduga.
“Prinsip kedua adalah intoksikasi anosognosia (keterpesonaan obat) yang menyatakan bahwa semua zat psikoaktif cenderung menyebabkan perkiraan berlebihan subjektif atas efek positifnya sambil menutupi efek berbahayanya, terkadang mengakibatkan perilaku yang sangat berbahaya seperti mania, kekerasan, dan bunuh diri.
“Prinsip ketiga adalah gangguan otak kronis – bahwa paparan zat psikoaktif, terutama untuk jangka panjang, mengakibatkan gangguan otak atau pikiran yang dapat menjadi persisten atau permanen, termasuk atrofi (penyusutan) jaringan otak.” (Breggin, “Rational principles of psychopharmacology for therapists, healthcare providers and clients, Journal of Contemporary Psychotherapy, 2016).”
Ini berarti bahwa obat-obatan psikoaktif dapat menghasilkan psikosis permanen!
KECANDUAN
“Zat-zat seperti obat anti-kecemasan, antidepresan, dan zat ilegal lainnya semuanya membentuk kebiasaan dan sering disalahgunakan untuk mengikuti jadwal pemberian obat yang padat dan karena itu dapat berkembang menjadi kecanduan” (“Bahaya Obat-obatan Psikoaktif,” Arizona Addiction Recovery Center, 10 Maret 2020). Obat golangan Benzo sangat membuat kecanduan. Pada tahun 2012, para peneliti di National Institute on Drug Abuse menemukan bahwa “benzodiazepin menyebabkan kecanduan dengan cara yang mirip dengan opioid [kodein, oksikodon, heroin], kanabinoid [ganja], dan GHB [depresan sistem saraf pusat yang biasa disebut sebagai obat bius].”
“Benzo juga diketahui dapat menyebabkan kantuk, disorientasi, gangguan penglihatan, hilangnya kontrol motorik, bicara tidak jelas, pernapasan tertunda, kelemahan otot, dan efek samping lainnya. … Selain efek sedatifnya, benzodiazepin telah dikaitkan dengan produksi ‘Dopamin yang merupakan pembawa pesan kimiawi di otak yang terlibat dalam pemberian hadiah dan kesenangan. Setelah beberapa minggu menggunakan benzo, otak mungkin belajar untuk mengharapkannya dan karenanya berhenti berusaha untuk memproduksi bahan kimia ini sendiri tanpanya” (Elizabeth Handy, “Dementia Risk when taking medications,” 7 Juni 2022, emdrandpsychotherapy.com).
Tanda-tanda penyalahgunaan Benzo termasuk bicara tidak jelas, penglihatan kabur, koordinasi motorik yang buruk, kantuk, ketidakmampuan untuk mengurangi asupan, pergi ke berbagai dokter untuk mendapatkan pil tambahan, terlibat dalam perilaku berisiko (misalnya, mengemudi saat berada di bawah pengaruh).
“Penghentian penggunaan benzodiazepin bisa jadi tidak nyaman, menakutkan, dan bahkan berbahaya, dan harus selalu dilakukan di bawah pengawasan medis. Gejala biasanya mulai dalam waktu 24 jam, dan biasanya berlangsung beberapa hari hingga beberapa bulan, tergantung pada tingkat keparahan kecanduan” (“How Addictive Are Benzodiazepines?” Into Action Recovery Centers).
“Xanax, yang merupakan nama merek dari obat generik alprazolam, adalah obat yang populer di kalangan pecandu. Ini adalah obat resep yang dapat membuat orang merasa rileks saat mereka menghadapi kecemasan atau gangguan panik. Sayangnya, cara obat ini mempengaruhi otak telah menjadikannya pilihan populer bagi orang yang menyalahgunakan narkoba” (Anthony N. Palumbo, pengacara pembela pidana, “Xanax abuse can lead to criminal issues,” palumbo-renaud.com).
“Xanax, nama merek obat alprazolam, adalah benzodiazepin yang sangat adiktif yang biasanya diresepkan untuk mengobati gangguan panik dan kecemasan. Toleransi terhadap Xanax dapat berkembang dengan cepat, sehingga kecanduan dapat berkembang bahkan saat diminum sesuai resep” (“5 Tanda Penyalahgunaan Xanax,” 13 September 2020, anylength.net).
TIDAK ADA PIL BAHAGIA
Obat antidepresan hanyalah solusi sementara. Obat ini tidak menyembuhkan masalah emosional. Malah, obat ini memperburuk masalah. Obat ini tidak mengatasi masalah yang sebenarnya.
Dr. Ellizabeth Handy memperingatkan:
“Obat psikotropika, kecuali beberapa kasus yang jarang terjadi yang memang berbasiskan masalah kimia di otak, tidak mempercepat penyembuhan. Tidak ada bukti ilmiah, atau bukti langsung menurut pengalaman saya, bahwa obat-obatan menyembuhkan atau ‘memperbaiki’ gejala traumatis. Obat-obatan ini berfungsi sebagai upaya untuk mengelola diri sendiri—yaitu, obat-obatan ini cukup menumpulkan indra dan gejala agar pasien dapat menjalani hari atau sekadar meminimalkan gejala. Gejala itu sendiri tidak akan hilang hingga individu tersebut siap untuk melakukan tugasnya — yaitu menghadapi trauma dan menetapkan rencana yang benar untuk memproses dan akhirnya menjadi sembuh” (Handy, “The Dangers of Psychotropic Drugs,” 22 September 2014, emdrandpsychotherapy.com).
“Studi lain yang dilakukan oleh Universitas Columbia dan Johns Hopkins mengatakan bahwa dokter sering meresepkan kombinasi hingga tiga obat kecemasan dan SSRI secara bersamaan, dengan harapan bahwa jika yang pertama tidak berhasil, mungkin yang kedua atau ketiga akan berhasil, sehingga mengubah pasien mereka menjadi tikus percobaan. Yang terburuk adalah mereka melakukan ini sambil mengetahui bahwa tidak ada bukti atau studi yang mendukung penggunaan beberapa obat secara bersamaan dan mengetahui bahwa dapat terjadi interaksi yang sangat berbahaya saat menggabungkan penggunaan obat. Obat-obatan ini bahkan diresepkan untuk pasien tanpa gangguan kecemasan, seperti orang dengan rasa malu, sedih, lelah, dan perasaan kehidupan normal lainnya yang tidak selalu menunjukkan kecemasan atau depresi, namun kepribadian normal ini diklasifikasikan sebagai penyakit. Mengapa? Karena jauh lebih mudah untuk menelan pil atau menulis resep daripada menganalisis alasan dan penyebab tekanan orang tersebut” (“The Hidden Dangers of Antidepressant Drugs,” 6 Januari 2015, Prevent Panic Attacks).
EFEK SAMPING YANG BERBAHAYA, BAHKAN BERBAHAYA
“Tetapi tidak semua peneliti yakin dengan kemanjuran antidepresan yang umum diresepkan ini yang meningkatkan kadar transmitter monoamina di otak, dan beberapa bahkan menyelidiki efek sampingnya yang berpotensi berbahaya. Pertama, meskipun antidepresan ada di mana-mana, depresi tetap menjadi penyakit mental yang paling umum (Kessler & Bromet, 2013). Kedua, ada kekhawatiran yang berkembang bahwa obat MRI sebenarnya dapat meningkatkan kemungkinan bunuh diri (Healy, 2003). … Kemudian, sebagai tambahan dari hasil yang beragam ini, studi pada tingkat biologis menunjukkan bahwa konsentrasi sinaptik serotonin dan noradrenalin pada kenyataannya tidak lebih rendah dari normal pada semua individu yang menderita depresi, juga individu-individu ini tidak memiliki lebih sedikit reseptor monoamina di otak mereka, yang menantang validitas hipotesis monoamina (Hinz et al., 2012). … Sebaliknya, teori yang semakin populer menyatakan bahwa bahkan jika monoamina memiliki peran dalam beberapa bentuk depresi tertentu, mereka lebih sering cenderung memainkan peran tidak langsung yang melibatkan mekanisme metabolisme otak yang lebih kompleks (Barchas & Altemus, 1999)” (Anne-Laure Le Cunff, “Asal usul hipotesis monoamina depresi,” NessLabs.com). “Penyalahgunaan Xanax yang berkepanjangan dapat menyebabkan beberapa efek yang lebih serius, beberapa di antaranya dapat berlangsung lama. Banyak dari efek samping jangka panjang ini mempengaruhi pikiran dengan gangguan seperti depresi, agresi, impulsivitas, delirium, dan psikosis. Dalam jangka yang sangat panjang, penyalahgunaan Xanax dapat meningkatkan risiko seseorang terkena demensia dan penyakit Alzheimer ” (“5 Signs of Xanax Abuse,” 13 September 2020, anylength.net).
“Dalam istilah yang diberikan manusia, kita dapat mulai mengenali bahwa obat-obatan ini mempengaruhi akses kepada, mendistorsi, dan lebih buruk lagi, merusak sumber daya yang sangat halus yang kita gunakan – emosi/motivasi, empati dan hubungan (dengan demikian kemampuan yang sangat penting untuk berhubungan dengan orang lain menurun), dan mimpi, imajinasi, pencocokan pola, pengamatan diri, dan pemikiran rasional semuanya dapat menjadi sangat terdistorsi. Seluruh sistem saraf dan pencernaan terpengaruh, membuat pemulihan menjadi proses yang panjang dan rumit. Jez Tromans, “Gangguan untuk Semua Orang!” adisorder4everyone.com, 17 Juni 2017.
“Peter R. Breggin, MD, seorang psikiater yang terlatih di Harvard, telah melakukan penelitian dan analisis selama lebih dari 20 tahun tentang efektivitas obat SSRI dan telah menyimpulkan bahwa paparan kronis yang berkelanjutan terhadap antidepresan SSRI sering kali membuat orang kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari, kehilangan kemampuan menikmati, kehilangan perhatian dalam berbagai hal, dan secara keseluruhan kurang terlibat dalam kehidupan mereka, tetapi yang terburuk dari semuanya, lebih tertekan” (“The Hidden Dangers of Antidepressant Drugs,” 6 Januari 2015, Cegah Serangan Panik). “ Dokter umumnya sangat cepat meresepkan obat-obatan ini—tetapi mereka tidak cepat memberi tahu Anda betapa sulitnya untuk berhenti meminumnya. Gejala putus zat dapat bervariasi antara disorientasi, kecemasan, depresi, serangan panik, detak jantung tidak teratur, ketidakmampuan untuk ereksi, dan bahkan dapat mencakup gejala fisik aneh seperti sensasi “sentakan” listrik di otak, tinja yang hitam seperti tar, dan perdarahan di bawah kulit” (Elizabeth Handy, “The Dangers of Psychotropic Drugs,” 22 September 2014, emdrandpsychotherapy.com). ”
Studi menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki pikiran untuk bunuh diri sebelum mengkonsumsi obat-obatan psikoaktif telah mengembangkan pikiran untuk bunuh diri setelah mengkonsumsi obat-obatan seperti antidepresan, SSRI, antikonvulsan, obat penenang, obat anti-kecemasan, dll. Ide bunuh diri hanya berhenti setelah mereka menghentikan pengobatan tersebut … Namun, satu studi yang diterbitkan menunjukkan bahwa orang dewasa tanpa riwayat penyakit mental apa pun berisiko dua kali lipat untuk perilaku bunuh diri dan kekerasan saat mengonsumsi dan/atau menghentikan SSRI” (“Dangers of Psychoactive Drugs,” Arizona Addiction Recovery Center, 10 Maret 2020).
Pada tahun 2004, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) memerintahkan label “kotak hitam” pada semua antidepresan yang memperingatkan tentang meningkatnya risiko bunuh diri pada anak-anak dan remaja. Pada tahun 2006, peringatan tersebut meningkat hingga usia 26 tahun.
Peringatan berikut ini dibuat oleh Diana Kwon, “The Hidden Harm of Antidepressants,” Scientific American , 3 Februari 2016:
“Lebih dari satu dari 10 orang Amerika yang berusia di atas 12 tahun — sekitar 11 persen — mengkonsumsi obat ini, menurut laporan tahun 2011 oleh Pusat Statistik Kesehatan Nasional. Namun, laporan terbaru telah mengungkapkan bahwa data penting tentang keamanan obat-obatan ini — terutama risikonya bagi anak-anak dan remaja — telah disembunyikan dari komunitas medis dan publik. Dalam analisis terbaru dan terlengkap, yang diterbitkan minggu lalu di BMJ ( British Medical Journal), sekelompok peneliti di Nordic Cochrane Center di Copenhagen menunjukkan bahwa perusahaan farmasi tidak menyajikan secara sepenuhnya tingkat bahaya serius dalam laporan studi klinis mereka, yang merupakan dokumen terperinci yang dikirim ke otoritas regulasi seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan AS dan Badan Obat-obatan Eropa (EMA) saat mengajukan permohonan persetujuan obat baru. Para peneliti memeriksa dokumen dari 70 uji coba double-blind, terkontrol plasebo dari dua jenis antidepresan umum — selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan serotonin and norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI) — dan menemukan bahwa kemunculan pikiran untuk bunuh diri dan perilaku agresif berlipat ganda pada anak-anak dan remaja yang menggunakan obat-obatan ini.” …
“Makalah ini muncul setelah tuduhan yang mengganggu tentang konflik kepentingan dalam laporan uji coba antidepresan. September lalu, sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Epidemiology mengungkapkan bahwa sepertiga dari studi meta-analisis tentang antidepresan ditulis oleh karyawan perusahaan farmasi dan bahwa studi-studi ini 22 kali lebih kecil kemungkinannya daripada meta-studi lain untuk menyertakan pernyataan negatif tentang obat tersebut. Pada bulan yang sama, kelompok penelitian lain melaporkan bahwa setelah menganalisis ulang data dari Studi 329, uji klinis Paxil tahun 2001 yang didanai oleh GlaxoSmithKline, mereka menemukan kemanjuran yang dilebih-lebihkan dan bahaya yang tidak diungkapkan bagi remaja.
“Karena pelaporan hasil negatif yang selektif dalam artikel jurnal, para peneliti dalam studi BMJ [British Medical] terbaru beralih ke laporan uji klinis, yang mencakup informasi lebih rinci tentang uji klinis. Mereka menemukan bahwa beberapa informasi yang paling berguna ada dalam daftar pasien individu yang terkubur di lampiran. Misalnya, mereka mengungkap upaya bunuh diri yang dianggap sebagai “kerentanan emosional” atau “depresi yang memburuk” dalam laporan itu sendiri. Namun, informasi ini hanya tersedia untuk 32 dari 70 uji klinis. “Kami menemukan bahwa banyak lampiran sering kali hanya tersedia atas permintaan oleh pihak berwenang, dan pihak berwenang tidak pernah memintanya,” kata Tarang Sharma, seorang mahasiswa PhD di Cochrane dan penulis utama studi tersebut. “Saya sebenarnya agak takut tentang seberapa buruk situasi sebenarnya jika kita memiliki data lengkap.”
“‘[Studi ini] mengkonfirmasi bahwa tingkat bahaya penuh dari antidepresan tidak dilaporkan,’ kata Joanna Moncrieff, seorang psikiater dan peneliti di University College London yang tidak terlibat dalam penelitian ini. ‘Mereka tidak dilaporkan dalam literatur yang diterbitkan, kita tahu itu—dan tampaknya mereka tidak dilaporkan dengan benar dalam laporan studi klinis yang masuk ke regulator dan menjadi dasar keputusan tentang pemberian lisensi’” (Diana Kwon, “The Hidden Harm of Antidepressants,” Scientific American, 3 Februari 2016).
“Meskipun petunjuk tentang perilaku bermusuhan ada di masa lalu, termasuk dalam studi-studi kasus yang sudah diterbitkan, studi BMJ minggu lalu adalah karya skala besar pertama yang mendokumentasikan peningkatan perilaku agresif pada anak-anak dan remaja. “Ini jelas penting dalam perdebatan tentang penembakan di sekolah di Amerika Serikat dan di tempat lain tempat para pelaku sering mengkonsumsi antidepresan,’ kata Moncrieff” (Kwon).
Berikut ini dikutip dari “The Dangerous Downsides of Antidepressants,” 3 November 2016, The People’s Pharmacy:
Berikut ini hanya beberapa cerita dari orang-orang yang tiba-tiba menghentikan pengobatan antidepresan:
“Karena perubahan asuransi kami dan kurangnya komunikasi dari perusahaan kami, saya tidak dapat mengisi ulang resep Cymbalta saya. Sabtu adalah dosis terakhir saya dan pada hari Senin saya merasa seperti kehilangan akal tetapi tidak tahu mengapa. Ohhhh, bagaimana ketidaktahuan BUKANLAH kebahagiaan dalam situasi ini. “Saya sedang duduk di kantor saya dan saya pikir hari ini adalah perjalanan roller coaster fisik dan emosional terburuk yang pernah saya alami. Saya benar-benar berubah dari ingin berteriak, melempar barang atau memukul seseorang menjadi menangis dalam hitungan menit… SEPANJANG HARI.”
“Kepalaku berputar dan setiap 30 detik, aku mendengar bunyi ‘whoosh, whoosh, whoosh’ di telingaku (mirip dengan mendengar denyut nadi saat migrain parah). Aku merasakan sensasi merayap di bagian belakang leherku saat merasakan serangan datang dan perlu segera keluar dari percakapan normal, padahal sama sekali bukan percakapan yang menegangkan. Atau, tiba-tiba aku mulai berkeringat.
“Ini benar-benar gila!” Shel
“Aku mengonsumsi Pristiq selama sekitar dua tahun. Aku mencoba mengurangi dosisnya sesuai saran dokterku. Sudah lebih dari 3 minggu, tetapi aku mengalami gejolak otak yang hebat, kecemasan, insomnia, dan mudah tersinggung, serta tidak masuk kerja selama sekitar 10 hari. Itu adalah salah satu pengalaman terburuk yang pernah kualami. Aku menjalani pendekatan yang lebih sehat untuk menangani stres hidup: olahraga, relaksasi, aromaterapi, pijat, dan dukungan vitamin.” Cathy
“Sekarang aku sudah sepenuhnya bebas dari sertraline selama lebih dari sebulan, dan gejala putus obatku akhirnya hilang.
“Saya mengalami semuanya: mual, kejutan/sensasi otak, vertigo, sakit kepala, masalah pencernaan, mati rasa/kesemutan di tangan, kaki, dan wajah saya.
“Saya menulis untuk memberi tahu Anda bahwa keadaan akan membaik, bahkan pada hari-hari ketika Anda berpikir Anda tidak mungkin bertahan satu jam lagi dengan perasaan sangat sakit. Gejala utus obat SSRI menyakitkan dan menakutkan dan, seperti banyak orang lain yang telah berkomentar di situs web ini, jika saya tahu bagaimana rasanya menghentikan obat ini, saya tidak akan pernah meminumnya.” Jess
Kesaksian berikut dikirimkan kepada saya pada 11 November 2022:
“Anda benar tentang SSRI. Saya mulai mengonsumsi Paxil sebagai orang berusia 20 tahun yang belum diselamatkan pada tahun 2001. Saya diselamatkan oleh Tuhan Yesus Kristus pada tahun 2011. Pada tahun 2014, saya ingin taat kepada Tuhan saat saya berusaha menghentikan SSRI (Zoloft), dan menjalani satu tahun penuh tanpa obat tersebut. Namun, gejala putus obatnya adalah kegilaan. … Jadi saya kembali mengonsumsi SSRI (Zoloft) pada tahun 2015, hanya agar saya dapat berfungsi di dunia kerja. Tidak seorang pun boleh, tidak boleh, TIDAK PERNAH BOLEH pernah mulai mengonsumsi SSRI. Tidak pernah boleh. Saya berharap seseorang memberi tahu saya tentang Tuhan Yesus Kristus dan Alkitab King James pada tahun 2001. Sebaliknya, saya mengikuti serangkaian kebohongan sistem dunia pada tahun 2001, dan masih ada konsekuensinya, 21 tahun kemudian.”
Berikut adalah kesaksian lainnya:
“Penghentian penggunaan benzo dan antidepresan dapat memakan waktu bertahun-tahun untuk pulih, jika memang bisa, dan kedalaman penderitaan tidak seperti apa pun yang dapat saya gambarkan secara fisik dan mental. Komunitas medis mengabaikan fakta-fakta ini, meresepkan lebih banyak obat untuk ‘mengobati’ efek penghentian penggunaan dan menuduh orang mengalami kekambuhan. Saya telah menderita penghentian penggunaan antidepresan dan telah cacat fisik selama lebih dari 4 tahun sekarang karena kerusakan yang terjadi pada sistem saraf pusat saya. … Saya INGIN sekali mengurangi dan berhenti, tetapi saya takut gejala penghentian penggunaan, lagi.”
DEPRESI DAN ANAK TUHAN
Manusia adalah makhluk yang rumit dan memiliki tiga bagian: tubuh, jiwa, dan roh (1 Tes. 5:23). Ada hati, jiwa, dan pikiran (Mat. 22:37). Ada roh pikiran (Ef. 4:23). Dalam kondisi manusia yang telah jatuh di dunia yang juga telah jatuh, manusia mengalami banyak sekali penderitaan yang mempengaruhi setiap aspek keberadaannya.
Bidang psikologi telah sering didasarkan pada pandangan humanistik tentang manusia dan Tuhan sejak awal dan tidak dapat diselaraskan dengan Firman Tuhan. (Lihat Christ or Therapy and The Dark Side of Christian Counseling oleh ES Williams; PsychoHeresy: The Psychological Seduction of Christianity oleh Martin Bobgan; Manufacturing Victims: What the Psychology Industry Is Doing to People oleh Tana Dineen).
Berikut ini adalah beberapa kebenaran Alkitab tentang depresi dan suasana melankoli emosional. Kutipan dari Charles Spurgeon berasal dari Lectures to My Students kecuali dinyatakan lain.
Depresi adalah bagian dari kehidupan yang sudah jatuh dalam dosa ini dan alasannya tidak akan selalu diketahui.
“ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis” (Ayub 16:20).
“Mataku mengidap karena sakit hati” (Mazmur 6:8).
“Lapangkanlah hatiku yang sesak dan keluarkanlah aku dari kesulitanku!” (Mazmur 25:17).
“Air mataku menjadi makananku siang dan malam” (Mazmur 42:3).
“Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? … Jiwaku tertekan dalam diriku” (Mazmur 43:5; 42:6).
“Jiwaku melekat pada debu” (Mazmur 119:25).
“Jiwaku menangis karena duka hati, teguhkanlah aku sesuai dengan firman-Mu.” (Mazmur 119:28).
“Oleh karena engkau telah berkata: Celakalah aku, sebab TUHAN telah menambahkan kedukaan kepada penderitaanku! Aku lesu karena keluh kesahku dan aku tidak mendapat ketenangan” (Yer. 45:3).
“Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin. 23 Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita.” (Rm. 8:22-23). ??
“Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.” (1 Ptr. 1:6).
“Saya perhatikan bahwa beberapa orang yang sangat saya kasihi dan hargai, yang menurut penilaian saya, termasuk orang-orang pilihan Allah, bagaimanapun juga ternyata menempuh sebagian besar perjalanan menuju surga dalam kekelaman malam hari” (Spurgeon)
“Saya mengalami depresi yang sangat parah sehingga saya harap tidak seorang pun dari Anda yang mengalami kesengsaraan ekstrem seperti yang saya alami” (Spurgeon).
“Beberapa jam setelahnya, saya sendiri mengalami depresi, dan saya merasa tidak mampu untuk menghilangkannya” (Spurgeon).
“Saya bisa menangis berjam-jam seperti anak kecil, tetapi saya tidak tahu apa yang saya tangisi” (Spurgeon).
“… Saya membutuhkan sesuatu yang akan menghibur hati saya, saya tidak tahu mengapa, dan alasannya juga tidak saya pahami, tetapi saya memiliki duri dalam daging, seorang utusan Setan untuk menggocoh saya; jiwa saya tertekan di dalam diri saya; saya merasa seolah-olah saya lebih baik mati daripada hidup; semua yang telah Tuhan lakukan melalui saya tampaknya terlupakan, dan semangat saya melemah dan keberanian saya runtuh. Saya membutuhkan doa-doa Anda” (Spurgeon).
“Kita memiliki saat-saat kesedihan alami; kita juga memiliki saat-saat depresi, ketika kita
tidak dapat melakukan apa pun selain menundukkan kepala. Musim-musim kelesuan juga akan menimpa kita akibat perubahan dalam kerangka alami kita, atau akibat kelelahan, atau akibat kegembiraan yang berlebihan. Pohon-pohon tidak selalu hijau, getahnya tertidur di dalamnya pada musim dingin; dan kita juga mengalami musim dingin. Hidup tidak selalu berada pada posisi air pasang: kepenuhan berkat tidak selalu ada pada orang yang paling baik hati” (Spurgeon).
“Depresi tanpa sebab tidak dapat dinalar, dan harpa Daud tidak dapat menghilangkannya dengan wacana-wacana yang manis. Sama halnya dengan melawan kabut adalah melawan keputusasaan yang tak berbentuk, tak terdefinisi, namun menyelimuti segalanya ini. Seseorang tidak perlu merasa kasihan pada dirinya sendiri dalam kasus ini, karena tampaknya sangat tidak masuk akal, dan bahkan berdosa untuk merasa gelisah tanpa sebab yang jelas; namun demikian, orang tersebut merasa gelisah, bahkan di lubuk hatinya yang terdalam. Seandainya mereka yang menertawakan kesedihan seperti itu bisa merasakan kesedihan itu selama satu jam saja, tawa mereka akan membuatnya sadar dan menjadi iba. Tekad mungkin dapat menyingkirkannya, tetapi di mana kita dapat menemukan tekad ketika seluruh manusia itu sudah terserang? Dokter dan rohaniwan dapat menyatukan keterampilan mereka dalam kasus seperti itu, dan keduanya akan merasa sangat kewalahan, dan lebih dari sekadar kewalahan. Baut besi yang secara misterius mengunci pintu harapan dan menahan jiwa kita dalam penjara yang suram, membutuhkan tangan surgawi untuk mendorongnya kembali” (Spurgeon).
“Saya tahu saudara-saudara yang bijak berkata, ‘Jangan menyerah pada perasaan depresi.’ … Jika mereka yang menyalahkan dengan begitu marah sekali saja dapat mengetahui apa itu depresi, mereka akan memahami bahwa adalah kejam untuk menyalahkan orang lain pada saat mereka membutuhkan penghiburan. Ada pengalaman anak-anak Tuhan yang penuh dengan kegelapan rohani; dan saya hampir yakin bahwa hamba-hamba Tuhan yang paling dikasihi, bagaimanapun juga, telah mengalami lebih banyak masa kegelapan daripada yang lain. Perjanjian itu tidak pernah diketahui Abraham dengan baik seperti ketika kengerian kegelapan yang besar menimpanya, dan kemudian dia melihat lampu yang bersinar bergerak di antara potongan-potongan korban. Seorang yang lebih besar dari Abraham dituntun Roh Kudus ke padang gurun, dan sekali lagi sebelum Dia mengakhiri hidup-Nya, Dia berduka dan sangat berat di taman itu. Tidak ada dosa yang secara khusus dikaitkan dengan kesedihan hati, karena Yesus Kristus Tuhan kita pernah berkata, ‘Jiwa-Ku sangat sedih, seperti mau mati.’ Tidak ada dosa di dalam Dia, dan akibatnya tidak ada dosa dalam depresi-Nya yang mendalam. Oleh karena itu, saya akan mencoba menghibur setiap saudara yang sedang bersedih, karena kesedihannya tidak selalu tercela. Jika rohnya yang terpuruk muncul karena ketidakpercayaan, biarlah ia mencambuk dirinya sendiri, dan berseru kepada Tuhan agar dibebaskan darinya; tetapi jika jiwa itu berkeluh kesah–‘meskipun Ia membunuhku, aku akan tetap percaya kepada-Nya’–dibunuhnya jiwa itu bukanlah suatu kesalahan. Jalan kesedihan bukanlah jalan dosa, tetapi jalan suci yang disucikan oleh doa-doa dari puluhan ribu musafir yang sekarang bersama Tuhan – para musafir yang, melewati lembah Baca [lit: ratapan], menjadikannya sebuah sumur, hujan juga memenuhi kolam-kolam: tentang mereka tertulis: ‘Mereka berjalan semakin kuat, setiap orang dari mereka di Sion menghadap Tuhan’” (Spurgeon, Metropolitan Tabernacle Pulpit , 1881, vol. 27).
Beberapa orang lebih rentan terhadap depresi dan kesuraman daripada yang lain.
“Mengenai penyakit mental, apakah ada orang yang waras sepenuhnya? Bukankah kita semua sedikit kehilangan keseimbangan? Beberapa pikiran tampak memiliki sedikit nuansa kesuraman yang penting bagi individualitas mereka; tentang mereka dapat dikatakan, ‘Sifat melankolis menandai mereka untuk dirinya sendiri;’ bagaimanapun juga mereka memiliki pikiran yang baik, dan dikuasai oleh prinsip-prinsip yang paling mulia, tetapi sangat rentan untuk melupakan sisi positif, dan hanya mengingat awan kelabu” (Spurgeon, “The Minister’s Fainting Fits,” Lectures to My Students ).
Kita harus percaya pada kedaulatan dan kebaikan Tuhan.
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rom. 8:28).
“Pastilah suatu pengalaman yang sangat menyakitkan dan menantang bagi saya jika berpikir bahwa saya memiliki penderitaan yang tidak pernah Tuhan kirimkan kepada saya, bahwa cawan pahit itu tidak pernah diisi oleh tangan-Nya, bahwa pencobaan saya tidak pernah diukur oleh-Nya, atau dikirim kepada saya tanpa pengaturan-Nya tentang berat dan kuantitasnya” (Spurgeon).
“Jika Anda minum dari sungai penderitaan di dekat muaranya, airnya payau dan tidak enak rasanya, tetapi jika Anda menelusurinya ke sumbernya, di tempat air itu bermuara di kaki takhta Allah, Anda akan menemukan airnya manis dan menyehatkan” (Spurgeon).
Selama saya menelusuri rasa sakit saya kepada suatu kecelakaan, kesedihan saya kepada suatu kesalahan, kehilangan yang saya rasakan kepada kesalahan orang lain, ketidaknyamanan saya kepada musuh, dan seterusnya, maka saya berasal dari bumi, bersifat duniawi, dan akan mematahkan gigi saya dengan batu kerikil; tetapi ketika saya bangkit kepada Allah saya dan melihat tangan-Nya bekerja, saya menjadi tenang, saya tidak memiliki sepatah kata pun untuk mengeluh” (Spurgeon).
Mungkin ada tujuan ilahi untuk depresi.
Untuk persiapan membantu orang lain
“yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah. Jika kami menderita, hal itu menjadi penghiburan dan keselamatan kamu; jika kami dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kami derita juga.” (2 Kor. 1:4-6).
“Pada suatu Sabat pagi, saya berkhotbah dari teks, ‘Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ dan meskipun saya tidak mengatakannya, namun saya mengkhotbahkan pengalaman saya sendiri. Saya mendengar rantai saya sendiri berdenting saat saya mencoba berkhotbah kepada sesama tahanan dalam kegelapan; tetapi saya tidak dapat mengatakan mengapa saya dibawa ke dalam kengerian kegelapan yang mengerikan, yang karenanya saya mengutuk diri saya sendiri. Pada Senin malam berikutnya, seorang pria datang menemui saya yang menunjukkan semua tanda keputusasaan di wajahnya. Rambutnya tampak berdiri tegak, dan matanya siap untuk keluar dari rongganya. Dia berkata kepada saya, setelah bercakap-cakap sebentar, ‘Saya belum pernah, dalam hidup saya, mendengar seorang pria berbicara yang tampaknya mengetahui hati saya. Kasus saya sangat mengerikan; tetapi pada Minggu pagi Anda melukiskan diri saya dengan sangat hidup, dan berkhotbah seolah-olah Anda telah berada di dalam jiwa saya.’ Dengan kasih karunia Allah saya menyelamatkan orang itu dari bunuh diri, dan menuntunnya ke dalam terang Injil dan kemerdekaan; tetapi saya tahu saya tidak akan dapat melakukannya jika saya sendiri tidak dikurung di ruang bawah tanah tempat dia berbaring. Saya menceritakan kisah itu kepada Anda, saudara-saudara, karena Anda kadang-kadang mungkin tidak memahami pengalaman Anda sendiri, dan orang-orang yang sempurna mungkin mengutuk Anda karena mengalaminya; tetapi apa yang mereka ketahui tentang hamba-hamba Allah? Anda dan saya harus banyak menderita demi orang-orang yang menjadi tanggung jawab kita … Anda mungkin berada dalam kegelapan Mesir, dan Anda mungkin bertanya-tanya mengapa kengerian seperti itu membekukan sumsum Anda; tetapi Anda mungkin sepenuhnya mengejar panggilan Anda, dan dipimpin oleh Roh ke posisi simpati dengan pikiran-pikiran yang putus asa” (Spurgeon, An All Round Ministry , hlm. 221-222).
“Saya sering merasa sangat bersyukur kepada Tuhan karena saya telah mengalami depresi jiwa yang menakutkan. Saya tahu batas keputusasaan, dan jurang kegelapan yang mengerikan tempat kaki saya hampir masuk; tetapi ratusan kali saya telah mampu memberikan topangan tangan yang membantu bagi saudara-saudari yang telah mengalami kondisi yang sama, yang tidak akan pernah dapat saya berikan jika saya tidak mengetahui keputusasaan mereka yang dalam. Jadi saya percaya bahwa pengalaman yang paling gelap dan paling mengerikan dari seorang anak Tuhan akan membantunya menjadi penjala manusia jika dia mau mengikuti Kristus” (Spurgeon, The Soul Winner, bab 14).
Untuk merendahkan hati
“Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ‘Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.’ Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Kor. 12:7-10).
“Mereka yang dihormati Tuhan di depan umum biasanya harus menanggung hajaran rahasia, atau memikul salib khusus, supaya jangan dengan cara apa pun mereka meninggikan diri dan jatuh ke dalam jerat iblis” (Spurgeon)
Untuk hajaran
“karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya. Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh” (Ibr. 12:6-13).
Untuk pertumbuhan rohani
“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rom. 5:3-5).
“Saya khawatir bahwa semua kasih karunia yang saya peroleh dari masa-masa yang nyaman dan mudah serta saat-saat bahagia, mungkin hanya bernilai satu sen. Namun, kebaikan yang telah saya terima dari kesedihan, kesakitan, dan dukacita saya, sama sekali tidak terhitung … Penderitaan adalah perabot terbaik di rumah saya. Itu adalah buku terbaik di perpustakaan seorang hamba Tuhan” (Spurgeon).
Pelayanan membawa perhatian dan kesedihan khusus.
“Bahkan ketika kami tiba di Makedonia, kami tidak beroleh ketenangan bagi tubuh kami. Di mana-mana kami mengalami kesusahan: dari luar pertengkaran dan dari dalam ketakutan” (2 Kor. 7:5).
“dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat” (2 Kor. 11:28).
“Karena ia sangat rindu kepada kamu sekalian dan susah juga hatinya, sebab kamu mendengar bahwa ia sakit” (Flp. 2:26).
“Kerinduan yang membara akan pertobatan manusia, jika tidak sepenuhnya terpuaskan (kapankah itu akan terjadi?), menguras jiwa dengan kecemasan dan kekecewaan. Melihat orang-orang yang penuh harapan berpaling, orang-orang saleh menjadi dingin, orang-orang yang mengaku beriman menyalahgunakan hak istimewa mereka, dan orang-orang berdosa menjadi lebih berani dalam dosa—bukankah pemandangan ini cukup untuk membantingkan kita ke tanah? Kerajaan itu tidak datang seperti yang kita inginkan, Nama yang mulia itu tidak disucikan seperti yang kita inginkan, dan untuk ini kita harus menangis. Bagaimana kita bisa tidak bersedih, sementara orang-orang tidak percaya kepada pemberitaan kita, dan tangan ilahi tidak dinyatakan? Semua pekerjaan mental cenderung melelahkan dan membuat depresi, karena banyak belajar melelahkan daging; tetapi pekerjaan kita lebih dari sekadar pekerjaan mental — ini adalah pekerjaan hati, kerja keras jiwa kita yang terdalam. Seberapa sering, pada Minggu malam, kita merasa seolah-olah kehidupan telah sepenuhnya hilang dari kita! Setelah mencurahkan jiwa kita atas jemaat kita, kita merasa seperti kendi tanah kosong yang bisa dipecahkan oleh seorang anak” (Spurgeon).
Depresi dapat dikaitkan dengan peperangan rohani.
“Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef. 6:10-12).
Depresi dapat mendahului masa kemenangan. Sering kali iblis akan berjuang paling keras dan mengirimkan masa-masa gelap sebelum terobosan dan kemenangan rohani yang besar.
“Depresi ini datang kepada saya setiap kali Tuhan sedang mempersiapkan berkat yang lebih besar untuk pelayanan saya; awan itu hitam sebelum pecah, dan menaungi sebelum menghasilkan banjir belas kasihan. Depresi kini telah menjadi bagi saya seperti seorang nabi dengan pakaian kasar, seorang Yohanes Pembaptis, yang mengabarkan kedatangan berkat Tuhan yang lebih berlimpah bagi saya” (Spurgeon).
Depresi juga dapat terjadi setelah masa kemenangan, seperti Elia yang begitu putus asa setelah kemenangan besarnya di Gunung Karmel sehingga ia ingin mati.
“Maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan kepada Elia: ‘Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu.’ Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana. Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: “Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku” (1 Raj. 19:2-4).
Kita harus memperhatikan kesehatan rohani kita.
“Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita. Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan” (2 Pet. 1:5-9).
Jika Anda tidak bertumbuh, Anda akan mundur, dan kemunduran dapat menyebabkan depresi.
Jangan abaikan saat teduh setiap hari dengan Tuhan dalam studi Alkitab dan doa yang serius, berjalan dalam persekutuan dengan Kristus, berserah kepada Roh Kudus (Ef. 5:18), menanggalkan manusia lama dan mengenakan yang baru (Ef. 4:22-24).
Dosa dapat menyebabkan depresi. Meskipun tidak semua depresi disebabkan oleh dosa (misalnya, Kristus dalam Mazmur 69:21), banyak di antaranya yang disebabkan oleh dosa. Kita semua memiliki sifat yang jatuh dan hati yang licik dan jahat, dan kita semua hidup di bawah kutukan kematian karena dosa, jadi tidak ada yang namanya kesehatan yang sempurna seperti yang awalnya dimaksudkan Tuhan. Paulus berbicara tentang “tubuh maut ini” (Rm. 7:24), dan kehidupan dalam tubuh itu adalah kenyataan bahkan bagi orang Kristen yang lahir baru.
Dosa mendukakan Roh Kudus (Ef. 4:30) dan mendatangkan hajaran ilahi (Ibr. 12:6). Dosa bahkan dapat mengakibatkan kematian dini jika tidak bertobat (1 Yoh. 5:16-17).
Banyak sekali kasus yang didiagnosis sebagai depresi klinis saat ini yang tidak diragukan lagi merupakan produk dari dosa dan doktrin yang salah, meskipun hal-hal seperti itu jarang diakui.
Dalam psikologi modern, dosa biasanya dianggap sebagai akibat dari depresi, bukan penyebab depresi. Seseorang minum-minum, menyalahgunakan narkoba, dan berzina karena dia depresi. Depresi diperlakukan sebagai penyakit, tidak pernah sebagai akibat dari gaya hidup seseorang yang berdosa. Orang yang depresi dianggap korban suatu keadaan yang malang.
Tina Campbell, dari tim penyanyi gospel duo kulit hitam, Mary Mary, merenungkan pembunuhan dan bunuh diri pada tahun 2013 setelah suaminya berzina. Dia berkata, “Saya sedih; saya hancur, saya tidak aman. … Saya mempertimbangkan untuk bunuh diri. Saya mempertimbangkan untuk mengambil nyawa saya, anak-anak saya. Saya berpikir, ‘Saya tidak ingin meninggalkan warisan bunuh diri kepada mereka, jadi mungkin saya harus membawa mereka serta.’ … Saya seperti, ‘Mungkin saya harus menyingkirkan orang-orang yang berbuat salah kepada saya dan kemudian membawa kami keluar dari hidup, dan meninggalkan suami saya di sini untuk mencari tahu, sehingga dia dapat menyadari, ‘lihat apa yang telah kamu lakukan’” (“Mary Mary’s Tina Campbell,” TheGrio.com, 3 Maret 2016). Kekerasan itu tidak terbatas pada pikirannya. Dia menggunakan palu dan gunting untuk menghancurkan mobil suaminya. Dalam kesaksian publik, Tina tidak pernah mengakui gaya hidup duniawinya yang “menurut hawa nafsumu sendiri,” 2 Timotius 3:3-4 dan teologi karismatiknya yang palsu sebagai faktor yang mungkin eksis dalam depresinya. Dia hanyalah seorang korban.
Artis CCM Sheila Walsh, yang saat itu menjadi salah satu pembawa acara 700 Club milik Pat Robertson , dirawat di rumah sakit pada tahun 1992 dan menjalani terapi psikiatris, termasuk perawatan menggunakan obat, karena dia “bergumul dengan penyakit pikiran.” Dia mengatakan bahwa adalah salah untuk berasumsi bahwa “perilaku Anda atau kurangnya iman yang menyebabkannya” (“Sheila Walsh Escapes the Darkness of Depression,” The 700 Club , nd). Dia mengatakan bahwa kita harus selalu mengatakan kepada mereka yang menderita depresi, “Itu bukan salahmu” (“Sheila Walsh Thanks God Every Day for Her Mental Health Treatment,” Assist News Service, 21 Oktober 2015). Dia didiagnosis dengan depresi klinis yang parah dan gangguan stres pascatrauma, seolah-olah dia telah berada dalam pertempuran militer yang sengit, dan lebih dari 20 tahun kemudian Walsh terus minum obat. Sekali lagi, dalam kesaksian publiknya tidak ada pengakuan tentang kemungkinan bahwa filosofi ekumenis dan gaya hidup duniawinya, termasuk pernikahannya yang tidak patuh Tuhan dengan seorang pria yang tidak bermoral dan pernah bercerai, ada hubungannya dengan kondisi mentalnya.
Kita tidak tahu apa yang sebenarnya menyebabkan masalah mental dan depresi wanita-wanita ini, tetapi kita tahu bahwa adalah salah untuk mengabaikan kemungkinan bahwa dosa dan ajaran sesat ada hubungannya dengan itu.
Depresi sering kali merupakan akibat dari penyalahgunaan alkohol dan narkoba.
Depresi juga dapat disebabkan oleh dosa orang lain yang memengaruhi saya. “Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya” (Ams. 10:1).
Kita harus memperhatikan kesehatan fisik kita.
Kesehatan yang buruk dapat menyebabkan depresi. “Bukankah sering terjadi bahwa sakit maag disalahartikan sebagai kemunduran, dan pencernaan yang buruk dianggap sebagai hati yang keras?” (Spurgeon).
Spurgeon sangat menderita karena asam urat, terkadang terbaring di tempat tidur selama berminggu-minggu, disiksa oleh rasa sakit. Dia berkata, “Saya telah menjadi sangat lemah. Daging saya telah disiksa dengan rasa sakit dan jiwa saya telah terkapar karena depresi. … Dengan susah payah saya menulis baris-baris ini di tempat tidur saya, mencampurnya dengan erangan kesakitan dan nyanyian harapan.”
Kurang tidur dapat menyebabkan depresi. Ketika saya lelah, saya jauh lebih rentan terhadap depresi. Saya telah belajar untuk tidak membuat keputusan saat larut malam. Saya tahu bahwa segala sesuatunya akan terlihat jauh lebih gelap saat itu.
Kurang istirahat dapat menyebabkan depresi. Beberapa orang membutuhkan lebih banyak istirahat daripada yang lain. Kita perlu memahami diri kita sendiri dan bersikap bijak dalam menjalani hidup, tetapi kita juga harus berhati-hati untuk tidak memanjakan diri sendiri.
“Adalah suatu kebijaksanaan untuk mengambil cuti sesekali. Dalam jangka panjang, kita akan melakukan lebih banyak dengan terkadang melakukan lebih sedikit. Terus, terus, terus selamanya, tanpa rekreasi mungkin cocok bagi roh-roh yang sudah terbebas dari ‘tanah liat yang berat’ ini, tetapi sementara kita berada di kemah ini, kita harus sesekali berhenti, dan melayani Tuhan dengan istirahat yang kudus dan waktu luang yang disucikan. Jangan biarkan hati nurani yang lembut meragukan keabsahan untuk tidak bekerja untuk sementara waktu” (Spurgeon).
Kurangnya latihan fisik dapat menyebabkan depresi. Penting untuk melakukan latihan fisik secara teratur agar tubuh tetap sehat semaksimal mungkin.
David Brainerd, misionaris terkenal bagi suku Indian Amerika, cenderung emosional secara ekstrem, terkadang merasakan gairah spiritual dan cinta kepada Tuhan, tetapi seringkali menderita depresi berat. Setidaknya 22 kali dalam buku hariannya ia mengungkapkan keinginan untuk mati. Di awal Jurnalnya, ia menulis, “Saya kira, sejak muda saya … cenderung melankolis daripada ekstrem lainnya.” Tidak diragukan lagi, penyakit TBC Brainerd, yang merenggut nyawanya pada usia 29 tahun, turut menyebabkan depresinya.
Saya ingat seorang pengkhotbah yang mengalami gagal ginjal dan hal itu membuatnya mengalami depresi rohani yang mendalam. Ia mengatakan kepada saya bahwa Alkitab dulunya adalah kesukaannya, tetapi sekarang Alkitab mengejeknya. Ketika ia berhasil menjalani transplantasi ginjal, kondisi dia ini teratasi.
Kita teringat pada Eric Liddell, pelari Olimpiade dari Skotlandia yang terkenal yang menjadi misionaris di Tiongkok dan meninggal di kamp penjara Jepang. Ia dikenal sebagai orang yang sangat ceria, tetapi saat menderita penyakit terakhirnya ia mengalami depresi.
“Terutama pada malam hari, sesaat sebelum lampu di kamarnya padam, kesedihan mengancam akan menenggelamkannya. Hal ini bukanlah hal yang terlalu aneh di antara para pria di asramanya saat perang berlarut-larut. Namun, yang menjadi nyata adalah bahwa Liddell tidak dapat melepaskan diri darinya keesokan paginya. Depresinya tidak kunjung hilang. … Para dokter menyebutkan kemungkinan ‘gangguan saraf’” (Duncan Hamilton, For the Glory).
Ternyata Liddell menderita tumor otak. Ia segera mengalami dua kali stroke dan meninggal pada usia 43 tahun.
Kita harus berseru kepada Tuhan memohon pertolongan.
“Pada hari aku berseru, Engkaupun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku” (Mazmur 138:3).
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya” (1 Pet. 5:7-10).
“Ketika beberapa bulan yang lalu saya disiksa dengan rasa sakit yang amat sangat, sehingga saya tidak dapat menahannya lagi tanpa berteriak, saya meminta semua orang untuk keluar dari ruangan dan meninggalkan saya sendiri. Kemudian saya tidak dapat berkata apa-apa kepada Tuhan selain, ‘Engkau adalah Bapa saya dan saya adalah anak-Mu. Engkau, sebagai seorang Bapa, lembut dan penuh belas kasihan. Saya tidak tahan melihat anak saya menderita seperti yang Engkau buat saya menderita. Jika saya melihatnya tersiksa seperti saya sekarang, saya akan melakukan apa pun yang saya bisa untuk menolongnya dan memeluknya untuk menopangnya. Akankah Engkau menyembunyikan wajah-Mu terhadapku, Bapaku? Akankah Engkau masih memberatkan tanganMu, dan tidak memberiku senyum dari wajah-Mu?’ … Jadi saya memohon, dan saya memberanikan diri untuk mengatakan, ketika saya diam, dan mereka yang memperhatikan saya kembali: ‘Saya tidak akan pernah mengalami rasa sakit seperti ini lagi mulai saat ini, karena Tuhan telah mendengar doa saya.’ Saya memuji Tuhan bahwa keringanan penderitaan datang dan rasa sakit yang menyiksa itu tidak pernah kembali ”(Spurgeon).
Kita harus memiliki pandangan ke atas.
“Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan” (Kol. 3: 1-4).
Kita harus memiliki pandangan yang panjang.
“Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. 18 Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2 Korintus 4:17-18).
“Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Roma 8:18).
Kita harus memahami bahwa beban dapat bermanfaat secara rohani.
“Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah; hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita. Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu” (Yakobus 4:8-10).
Kita harus tetap fokus kepada Tuhan dan iman kita pada janji-janji-Nya.
“Sekalipun Ia membunuhku, aku akan tetap percaya kepada-Nya, tetapi aku akan tetap hidup menurut jalanku di hadapan-Nya” (Ayub 13:15).
“Saya mengalami depresi yang sedemikian mengerikan sehingga saya berharap tidak seorang pun dari Anda akan mengalami kesengsaraan yang ekstrem seperti yang saya alami. Namun, saya selalu bangkit kembali dengan ini—saya tahu bahwa saya percaya kepada Kristus. Saya tidak memiliki ketergantungan apa pun kecuali kepada-Nya, dan jika Ia jatuh, saya akan jatuh bersama-Nya. Namun, jika Ia tidak jatuh, saya tidak akan jatuh. Karena Ia hidup, saya juga akan hidup, dan saya bangkit berdiri lagi dan berjuang melawan depresi roh saya dan memperoleh kemenangan melaluinya. Dan Anda pun dapat melakukannya, dan Anda harus melakukannya, karena tidak ada cara lain untuk lolos darinya” (Spurgeon)