Tidak Ada Lagi Khotbah yang Menentang Rock & Roll

Sumber: www.wayoflife.org

Pada abad ke-20, banyak suara muncul di antara gereja-gereja yang percaya Alkitab yang menentang rock & roll melalui khotbah, buku, dan video, tetapi suara-suara ini sebagian besar telah menjadi sunyi di abad ke-21. Ketika saya menyampaikan pengamatan ini kepada seorang teman baru-baru ini, dia menjawab, “Kamu benar. Tidak seorang pun akan berpikir untuk mengadakan sesi atau khotbah yang ditujukan untuk topik ini, seperti yang mereka lakukan di tahun 70-an 80-an.” Padahal seiring berjalannya waktu, rock & roll semakin jahat menurut standar Alkitab, jadi apa yang telah terjadi?

Berikut adalah tiga alasan mengapa khotbah yang menentang rock & roll sebagian besar telah berhenti. (1) Gereja-gereja telah menyerah pada keduniawian. Lihatlah sebagian besar kaum muda dan apa yang benar-benar mereka cintai dan bagaimana mereka menjalani kehidupan selama seminggu. Perhatikan video game, media sosial, film, musik, pakaian, teman, kebiasaan belajar Alkitab, dan kehidupan doa mereka. (2) Orang-orang yang mengaku Kristen tidaklah kritis dan sudah tenggelam ke dalam nuansa rock & roll (misalnya, melalui film, media sosial, olahraga kampus dan profesional, video game) dan telah terbiasa serta menerimanya, seperti katak dalam panci yang dipanaskan perlahan. (3) Para pengkhotbah telah berhenti berkhotbah. Teguran, kritikan, dan peringatan sebagian besar telah lenyap, kecuali dalam hal-hal umum yang samar.

Kita senang dengan adanya pengecualian di gereja-gereja tertentu, tetapi di sebagian besar gereja khotbahnya lembut. Orang berdosa dikuatkan; orang duniawi dihibur; tidak ada panggilan yang berani untuk bertobat saja; unsur yang menegur terasa hambar atau bahkan tidak ada. Akibatnya, gereja-gereja menjadi semakin suam-suam kuku dan duniawi seiring mereka bergerak menuju kesesatan total, meskipun beberapa dari mereka masih berpegang pada Alkitab King James dan “himne-himne lama”!

Posted in musik | Leave a comment

Umat Pantekosta Menggunakan ChatGPT untuk Menafsirkan “Bahasa Lidah”

Sumber: www.wayoflife.org

Berikut ini kutipan dari “New Claims,” Crosswalk, 11 Juli 2025: “Shawn Bolz, seorang yang mengaku dirinya sendiri sebagai nabi, baru-baru ini mengklaim bahwa orang Kristen Karismatik dan Pantekosta telah memulai suatu tren di mana mereka dapat menafsirkan bahasa lidah, yang juga dikenal sebagai glossolalia, dengan menggunakan ChatGPT. Bolz, yang sebelumnya pernah dituduh memalsukan nubuat, membahas masalah ini dalam sebuah video berjudul ‘God, Technology & the Next 25 Years: the Prophetic Mandate for Innovation’ di Kanal YouTube-nya akhir bulan lalu.”

Komentar: Ini hanyalah omong kosong Pantekosta lainnya. Bahkan di era para rasul, karunia berbahasa lain tidak boleh diucapkan tanpa penafsiran (1 Korintus 14:27), dan ini membantah gerakan bahasa lidah sejak awal permulaannya di sekolah Alkitab Charles Parham di Topeka, Kansas, pada tahun 1900, dan Misi Azusa Street milik William Seymour, pada tahun 1906. Parham dan Seymour disebut sebagai “para pendiri Pantekostalisme dunia” (Antonio Arnold, We Are Living in the Finished Work of Christ, hlm. 143). Namun, “bahasa lidah” mereka itu hanyalah bunyi-bunyi tidak beraturan, dan tidak disertai penerjemahan. Para peserta di Azusa Street waktu itu “dikuasai oleh suatu mantra aneh dan mulai mengeluarkan suara-suara yang tidak jelas” (Larry Martin, The True Believers, hlm. 58).

Berikut ini adalah bagaimana Parham sendiri menggambarkan “bahasa lidah” di sekolah Alkitabnya: “Keesokan harinya saya pergi ke pusat kota dan sekembalinya saya mendapati SEMUA SISWA DUDUK DI LANTAI BERBICARA DALAM BAHASA-BAHASA YANG TAK DIKENAL, TAK ADA DUA ORANG YANG BERBICARA DALAM BAHASA YANG SAMA, DAN TAK ADA SEORANG PUN YANG MENGERTI UCAPAN TETANGGANYA” (Topeka Mail and Breeze, 22 Februari 1901).

Murid-murid Parham tidak hanya mengaku berbicara dalam bahasa lidah tetapi juga menulis dalam bahasa lidah. Mereka mengatakan tulisan-tulisan ini adalah bahasa asing, seperti bahasa Mandarin, tetapi ketika diperiksa oleh orang-orang yang berpengetahuan [dalam bahasa-bahasa itu], ternyata hanya berupa coretan-coretan yang tak terbaca (James Goff, Jr., Fields White Unto Harvest, hlm. 76). Kita memiliki catatan nyata dari salah satu “bahasa lidah” yang diucapkan oleh murid-murid Parham yang ditulis oleh seorang reporter Topeka State Journal. Saya menemukan salinan ini beberapa tahun yang lalu saat berkunjung ke Kansas State Historical Society.

“Tuan Parham memanggil Nona Lilian Thistlethrate ke ruangan dan bertanya apakah dia bisa berbicara sedikit. Dia … mulai mengucapkan kata-kata aneh yang terdengar seperti ini: ‘Euossa, Euossa, use rela sema calah mala kanah leulla ssage nalan. Ligle logle lazie logle. Ene mine mo, sah rah el me sah rah me.’ Kalimat-kalimat ini diterjemahkan menjadi, ‘Yesus berkuasa untuk menyelamatkan,’ ‘Yesus siap untuk mendengar,’ dan ‘Allah adalah kasih’” (“Hindoo and Zulu Both Are Represented at Bethel School,” Topeka State Journal, 9 Januari 1901). Ligle logle lazie logle!!!!! Ene mine mo!!!!! Ini persis jenis “bahasa lidah” yang pernah saya dengar di berbagai pertemuan Pantekosta dan karismatik di berbagai belahan dunia, tetapi itu semua adalah kekacauan dan omong kosong. “Sebab Allah bukanlah sumber kekacauan, melainkan damai sejahtera, sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus” (1 Korintus 14:33, ITR).

Posted in Kharismatik/Pantekosta | Leave a comment

Mary Quant, Sang Revolusioner Mode

Sumber: www.wayoflife.org

Pada tahun 2019, Museum Victoria & Albert di London mengadakan pameran besar tentang Mary Quant (1930-2023), perancang busana revolusioner era Beatles. Mary Quant inilah yang menciptakan trend rok mini dan celana pendek ketat. Fokus pameran tersebut adalah revolusi, suatu pembebasan dari nilai-nilai seksual yang alkitabiah, dan meruntuhkan batasan alkitabiah antara laki-laki dan perempuan (dengan pakaian yang uniseks dan androgini). Tidak ada upaya dalam pameran tersebut untuk menyembunyikan hal-hal ini.

Berikut adalah beberapa kutipan dari pameran tersebut: “menggunakan mode pakaian untuk mempertanyakan hierarki dan aturan gender”; “pendekatan penuh pemberontakan terhadap norma gender yang mapan”; “mengejek agama”; “menghilangkan pakaian yang khas pria”; “celana panjang dianggap tidak pantas untuk wanita [tetapi] Quant memakainya di mana pun ia mau”; “gaya androgini”; “gaya independen”; “ekspresi diri”; “kebebasan”; “rok mini menjadi simbol internasional pembebasan perempuan.”

Pameran tersebut mengakui bahwa pakaian uniseks merupakan aspek utama hak-hak homoseksual. “Gaya provokatif [Quant] mencerminkan sikap masyarakat yang semakin longgar terhadap seksualitas dalam segala bentuknya, yang diperkuat secara hukum oleh dekriminalisasi homoseksualitas pada tahun 1967.” Sayangnya, busana Mary Quant lebih sopan daripada beberapa busana yang terlihat di berbagai gereja pada umumnya saat ini.

Posted in Fashion | Leave a comment

Waspadalah Terhadap Pikiran yang Terkutuk

Sumber: www.wayoflife.org

Roma 1:21-32 menggambarkan awal mula penyembahan berhala dan kemerosotan moral umat manusia setelah peristiwa Menara Babel. Alih-alih bersyukur kepada Allah karena telah menyelamatkan mereka dari kehancuran akibat banjir global, keturunan Nuh justru tidak memuliakan-Nya sebagai Allah, menolak kekudusan, dan mengabdikan diri mereka untuk mengejar dosa-dosa daging. Akibatnya, “Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk.”

Homoseksualitas adalah hasil dari membiarkan pikiran memikirkan hal-hal yang kotor dan jahat. Ketika seseorang membiarkan pikirannya memikirkan kejahatan dalam rahasia imajinasinya, ia membuka pintu bagi setiap hal jahat, termasuk pornografi anak dan kekerasan. Profiler FBI Robert Kessler berkata, “Penelitian saya [tentang pembunuh berantai] meyakinkan saya bahwa kuncinya bukanlah trauma awal, melainkan perkembangan pola pikir yang menyimpang. Para pria ini termotivasi untuk membunuh oleh fantasi mereka. ‘Memang terjadi perkembangan,’ lapor seorang pembunuh, ‘Menjadi bosan dengan tingkat fantasi tertentu lalu melangkah lebih jauh dan bahkan lebih aneh lagi.’ …

Semua pembunuh yang kami wawancarai memiliki fantasi yang kuat; mereka membunuh untuk mewujudkan di dunia nyata apa yang telah mereka lihat berulang kali dalam pikiran mereka sejak masa kanak-kanak dan remaja. Sebagai remaja, alih-alih mengembangkan minat dan aktivitas yang berhubungan dengan teman sebaya, di mana mereka tidak dapat sepenuhnya mengendalikan apa yang terjadi, para pembunuh justru mundur ke dalam fantasi kekerasan seksual, di mana mereka dapat, pada dasarnya, mengendalikan dunia mereka” (Kessler, Whoever Fights Monsters, hlm. 110).

Ini adalah peringatan yang sangat keras di era internet dan era videogame, ketika setiap jenis gambar menjijikkan tersedia hanya dengan sekali klik pada mouse atau gesekan jari. Kita tidak selalu bisa mengendalikan apa yang masuk ke dalam pikiran, tetapi kita bisa mengendalikan apa yang sengaja kita masukkan ke dalam pikiran, dan kita bisa mengendalikan apa yang kita biarkan masuk ke dalam pikiran. Ada pepatah, “Anda tidak bisa mencegah burung hinggap di kepala Anda, tetapi Anda bisa mencegahnya membangun sarang di sana.” Jauh lebih baik terlalu berhati-hati daripada tidak cukup berhati-hati. Saya yakin bahwa setiap gereja yang tidak memiliki berbicara keras melawan pornografi dan melawannya secara efektif adalah gereja yang penuh dengan kerusakan moral dan berada di jalan kehancuran.

Posted in Gaming, General (Umum), Kesesatan Umum dan New Age | Leave a comment

Dalai Lama Mengatakan Akan Bereinkarnasi

Sumber: www.wayoflife.org

Pada minggu ulang tahunnya yang ke-90, Dalai Lama (Tenzin Gyatso) mengatakan bahwa ia akan bereinkarnasi untuk memastikan bahwa institusi Buddha Tibet akan tetap lestari setelah kematiannya. Ia diyakini sebagai inkarnasi ke-14 Chenrezig, dewa welas asih Buddha. Setelah inkarnasi ke-13 meninggal pada tahun 1933, para biksu Buddha Tibet mencari inkarnasi baru di seluruh kerajaan berdasarkan berbagai tanda dan ramalan, dan akhirnya menemukan Tenzin pada tahun 1937 ketika ia berusia dua tahun. Ketika pasukan Tiongkok menghancurkan pemberontakan Buddha di Lhasa pada tahun 1959, Tenzin melarikan diri dari Tibet dan mendirikan pemerintahan di pengasingan di Dharamshala, India. Pemerintah Tiongkok telah berjanji untuk mengendalikan penunjukan Dalai Lama berikutnya, yang dapat mengakibatkan munculnya beberapa orang Lama yang bersaing.

Ketika saya bertemu dengan pria yang menuntun saya kepada Kristus pada tahun 1973, saya percaya pada reinkarnasi, dan itu adalah salah satu hal pertama yang saya sampaikan dalam percakapan kami. Dia menjawab, “Alkitab berkata, Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali, dan sesudah itu dihakimi” (Ibrani 9:27). Dia menunjukkan ayat itu kepada saya. Saya takjub dengan kejelasan ajaran Alkitab tentang hal ini. Jika Alkitab benar, reinkarnasi hanyalah mitos. Hanya ada satu kematian, lalu penghakiman.

Saya dibesarkan di gereja Baptis, tetapi waktu itu saya tidak mengenal Alkitab. Saya pikir Alkitab pada dasarnya adalah buku yang sangat tua, membosankan, dan sebagian besar tidak dapat dipahami. Saya tidak tahu bahwa Alkitab berbicara dengan jelas tentang hal-hal yang sedang saya pelajari di zaman modern. Saya menghabiskan tiga atau empat hari bersama pria ini, mengutarakan pendapat saya, berdebat, tetapi juga mendengarkan dan merenungkan apa yang dikatakan Alkitab dan berdoa kepada Tuhan memohon pertolongan. Saya terkesan dengan pengetahuan pria itu tentang Kitab Suci dan kemampuannya menemukan ayat-ayat yang benar-benar relevan dengan hal-hal yang saya pegang saat itu (misalnya, manusia harus mengikuti kata hatinya; ada banyak jalan menuju Tuhan; jika seseorang tulus, semuanya akan baik-baik saja; neraka adalah hukuman yang terlalu berat; penghakiman tidak adil bagi mereka yang belum pernah mendengar Injil; mengapa kita harus percaya bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan; Yesus belajar dari para guru di India ketika dia masih muda).

Syukurlah, di akhir pelajaran Alkitab yang intensif itu, Tuhan berbelas kasih kepada seorang pemuda yang sangat bodoh. Saya bertobat dari pemberontakan saya terhadap otoritas Tuhan, percaya 100% kepada Yesus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat, dan dilahirkan kembali. Oleh kasih karunia Tuhan, saya tidak meragukan sepatah kata pun dalam Alkitab sejak saat itu.

Posted in Alkitab, Buddha/Hindu, Kesesatan Umum dan New Age | Tagged | Leave a comment

Rick Warren Mengingatkan Umat Roma Katolik untuk Memenuhi Amanat Agung Kristus

Sumber: www.wayoflife.org

Rick Warren, pendiri Gereja Saddleback dan penulis The Purpose Driven Life dan The Purpose Driven Church, berbicara di sebuah acara penyemangatan penginjilan Roma Katolik di kota Roma minggu lalu. Global 2033 adalah “gerakan di seluruh dunia untuk menyatukan umat Katolik dalam memenuhi Amanat Agung.” Tahun 2033 mengacu pada peringatan tahun 2000 peristiwa Pentakosta. Rick Warren adalah seorang gembala sidang gereja Baptis Selatan generasi kedua yang, setelah Billy Graham, mungkin telah melakukan lebih banyak daripada siapa pun di generasi ini untuk membangun “gereja-esa-sedunia.”. Warren telah lama menyerukan persatuan dengan Gereja Roma Katolik. Pada tahun 2005, dia berkata, “Saya ingin membangun jembatan dengan Gereja Ortodoks, ingin membangun jembatan dengan Gereja Katolik, dengan Gereja Anglikan” (“Pastor Urges Anglicans to Unite and Care for Poor,” Pittsburg Post-Gazette, 12 November 2005).

Pada tahun 2007, Warren berkata, “Gereja, dalam semua ekspresinya—Katolik, Evangelikal, Pantekosta, Protestan, dan banyak lainnya—memiliki 2,3 miliar pengikut” (Warren, “The Power of Parishioners,” Forbes, 7 Mei 2007). Pada tahun 2013, Warren mendukung Catholics Come Home milik Tom Peterson, yang mempromosikan program untuk membawa kembali umat Katolik yang “murtad” ke pelukan Roma. Sebenarnya, penginjilan yang dilakukan oleh Katolik bukanlah tentang membawa jiwa kepada Yesus; melainkan tentang membawa mereka ke dalam perbudakan injil palsu dan kristus palsu. Inilah sebabnya istilah “evangelisasi” digunakan dan bukan “penginjilan.” Situs web Catholics Come Home mengatakan bahwa keselamatan adalah melalui baptisan.

Dalam sebuah wawancara dengan organisasi berita Katolik Roma EWTN di Roma minggu lalu, Warren mengatakan doa Yesus dalam Yohanes 17 “masih belum terjawab,” yang adalah suatu pernyataan yang menggelikan. Yohanes 17 adalah doa imam besar Kristus kepada Bapa, bukan perintah kepada orang-orang yang mengaku Kristen, dan doa itu sudah dijawab sebagaimana semua doa Kristus dijawab. Doa itu dijawab dalam kesatuan ilahi yang ada di antara orang percaya yang dilahirkan kembali. Yohanes 17 tidak ada hubungannya dengan orang Kristen nominal (“Kristen KTP”) yang menjadi orang Kristen hanya karena pengakuan, baptisan, sakramen, pengalaman karismatik, dll. Warren mengatakan kepada EWTN, “Kita tidak akan pernah memiliki kesatuan dalam doktrin, tetapi kita semua dapat menyetujui satu hal. Setiap orang Kristen memahami bahwa kita dipanggil untuk pergi [dan menginjili]” (“Pastor Rick Warren: Persatuan Kristen adalah ‘doa yang masih belum terjawab,’” EWTN, 9 Juni 2025).

Rick Warren tampaknya sangat tidak tahu tentang injil versi Katolik, yang merupakan injil tentang perbuatan, yang dimulai dengan baptisan, sebagaimana yang telah mereka nyatakan tanpa ragu dalam konsili dan katekismus mereka. Namun, gembala Baptis itu melangkah lebih jauh. Ia mengatakan bahwa ketika putranya bunuh diri pada tahun 2013, “Salah satu hal yang membantu saya melewati masa sulit adalah di EWTN, mereka mendoakan Rosario Rahmat Ilahi. Dan Rosario Rahmat Ilahi itu melayani saya dan istri saya. Itu adalah balsem yang menyembuhkan di hati saya.”

Rosario Rahmat Ilahi adalah doa rosario berulang-ulang yang secara menghujat mencampuradukkan doa kepada Maria dengan doa kepada Tuhan. Salah satu doanya adalah “Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada saat kami mati, Amin.” Setelah Rick Warren pensiun pada tahun 2022, denominasi Baptis Selatan mengeluarkan Gereja Saddleback dari Konvensi karena menahbiskan gembala perempuan, tetapi mereka menutup mata terhadap ekumenisme radikalnya, sama seperti yang mereka lakukan terhadap Billy Graham. Konvensi Baptis Selatan (Southern Baptist Convention) adalah konvensi gereja-ese-sedunia. Konvensi ini memiliki kecerobohan gereja-esa-sedunia dalam berurusan dengan jiwa-jiwa tentang keselamatan dan penerimaan anggota gereja, filosofi gereja-esa-sedunia tentang “jangan menghakimi,” alunan musik gereja-esa-sedunia yang merupakan musik rock Kristen, katalog busana gereja-esa-sedunia, yang merupakan apa pun yang dikenakan dunia, program doa kontemplatif gereja-esa-sedunia, cinta gereja-esa-sedunia terhadap para bidat seperti C.S. Lewis, program pesta pemuda gereja-esa-sedunia, dll. (Untuk informasi lebih lanjut tentang ini, lihat eBook gratis Purpose Driven or Scripture Driven? di situs web Way of Life.)

Posted in Ekumenisme, Emerging Church, Katolik | Leave a comment

Kanker Penyembahan yang Feminim

Sumber: www.wayoflife.org

Berikut ini dikutip dari “The Cancer,” Disntr, 25 Februari 2025:

[Penyembahan kontemporer] tidak terasa seperti gereja — rasanya lebih seperti pesta dansa SMA, lengkap dengan pencahayaan yang nyaman dan bisikan nyanyian yang penuh emosi. Namun, minggu demi minggu, jemaat menikmatinya, tidak pernah mempertanyakan mengapa penyembahan kepada Tuhan yang Mahakuasa telah direduksi menjadi sesuatu yang dapat dengan mudah disalahartikan sebagai balada pesta prom. Bagaimana kita sampai di sini? Bagaimanakah kebaktian Kristen, yang pernah didefinisikan oleh kebenaran teologis yang mendalam, oleh para pria yang dengan berani menyanyikan kedaulatan Tuhan, menjadi sebuah produksi yang hampir tidak berbeda dari konser Taylor Swift?

Itu tidak terjadi dalam semalam. Penurunan ke dalam gaya ibadah yang feminin ini terjadi secara perlahan, metodis, dan membawa keuntungan finansial. Dimulai dengan sentimentalisme Gerakan Yesus pada tahun 60-an dan 70-an, di mana teologi yang sehat dikesampingkan demi perasaan. Kemudian muncul kompleks “industri penyembahan,” yang sekarang didominasi oleh band-band seperti Hillsong, Bethel, dan Elevation Worship — organisasi-organisasi yang menyadari bahwa ada uang besar yang bisa dihasilkan dengan mengubah penyembahan menjadi sebuah merek alih-alih tindakan penghormatan alkitabiah. …

Gereja-gereja di seluruh negeri melahapnya, tanpa menyadari (atau mungkin mereka sadar) bahwa mereka tidak berpartisipasi dalam penyembahan tetapi dalam industri bernilai miliaran dolar. Royalti lisensi, tiket konser, penjualan album—semuanya didorong oleh musik yang hampir tidak bisa dibedakan dari lagu-lagu cinta sekuler. Sementara itu, jemaat menyukainya. Mengapa? Karena mereka tidak menyembah Kristus—mereka menyembah emosi mereka sendiri. … Kebanyakan orang telah dikondisikan untuk percaya bahwa penyembahan sejati harus terasa intim, bahwa kecuali mereka merasa secara pribadi terhanyut dalam pelukan spiritual yang indah, mereka belum “mengalami” Tuhan.

Realitas yang paling mencolok dalam semua ini adalah bahwa gerakan ini dimotori oleh kaum wanita. Berjalan ke gereja Baptis Selatan mana pun saat ini dan siapa yang memimpin “penyembahan”? Lebih sering daripada tidak, yang memimpin adalah para wanita, berdiri di tengah panggung, mengangkat tangan, suara mereka dihiasi dengan vibrato dramatis dan hiasan suara napas. … Bahkan para pria yang memimpin nyanyian hampir-hampir bukanlah pria. Mereka telah mengadopsi penyampaian yang lembut dan emosional dari rekan-rekan wanita mereka … Michael W. Smith, Matt Maher, rotasi soprano pria Hillsong yang tak ada habisnya – mereka semua tampaknya telah salah mengartikan penyembahan sebagai kompetisi untuk menentukan siapa yang dapat terdengar paling rapuh secara emosional. …

Dan di lautan kepasifan ini, tujuan penyembahan yang sebenarnya tenggelam. Sudah berlalu hari-hari ketika jemaat mengangkat suara mereka dalam himne yang kuat dan berlandaskan doktrin, di mana pria bernyanyi dengan keyakinan prajurit yang menyatakan kesetiaan kepada Raja mereka. Sekarang, suara-suara itu hilang di bawah gelombang instrumentasi – drum, gitar listrik, pad synth yang diproduksi berlebihan yang mencekik jemaat daripada mendukungnya. Inti dari penyembahan bukan lagi suara kolektif orang-orang kudus yang memuji Tuhan dalam serempak — sekarnag menjadi penampilan band, manipulasi atmosfer.

Posted in Gereja, musik, Wanita | Leave a comment

Tanggapan Sebuah Bangsa Terhadap Allah Adalah Faktor yang Sesungguhnya Menentukan Sejarah dan Nasibnya

Berikut ini dikutip dari J. Sidlow Baxter, Explore the Book, Studi tentang Tawarikh:

“Terus menerus melalui kisah raja-raja ini, dengan reformasi yang terjadi sesekali yang lalu diikuti kemunduran yang semakin memburuk, terdapat kebenaran yang khidmat, penting, dan mendesak bahwa tanggapan suatu bangsa kepada Allah adalah faktor yang sesungguhnya menentukan sejarah dan nasib bangsa itu. Ini khususnya berlaku bagi Israel, tetapi berlaku secara universal bagi orang-orang di bumi saat ini.

Kebenaran ini mungkin tidak tampak begitu jelas dalam dunia modern kita dengan kerumitan internasionalnya; tetapi ketika kita melihat berbagai proses selama kurun waktu tertentu, kita menemukan bahwa prinsip ini masih beroperasi. Prinsip moral dan keyakinan spiritual adalah hal-hal terpenting berkenaan dengan kemajuan atau kemunduran nasional, bukan politik dan ekonomi — seperti yang tampaknya menjadi pemikiran yang sedang populer dalam Pemerintahan saat ini. Bagaimana kita memperlakukan TUHAN, itulah yang menentukan kemakmuran atau kesengsaraan kita, sejarah kita dan takdir kita.

Israel kuno, baik raja, pemimpin, ataupun rakyat, menipu diri mereka sendiri dengan berpikir bahwa mereka dapat berbuat dosa tanpa hukuman, membayangkan bahwa karena Yehovah tidak dapat dilihat, Ia tidak dapat melihat; tetapi mereka tidak menipu Allah; kita juga tidak dapat. ‘Allah tidak dapat diolok-olok.’ Ia memerintah, Ia memilih, Ia menahan diri; tetapi Ia tidak akan mengampuni eksploitasi yang terus-menerus akan berkat-berkat yang Ia berikan. Penyalahgunaan panggilan tinggi dengan kehidupan yang rendah selalu membawa akhir yang menghancurkan. Oh, kiranya bangsa-bangsa, pemimpin, orang-orang dapat menyadari hal itu hari ini!” (J. Sidlow Baxter).

Posted in General (Umum), Israel, Sejarah Umum | Leave a comment

Orang Kristen Ditangkap Hanya Karena Memegang Papan Tanda

Berikut ini dikutip dari “Pro-Life Christians Arrested,” LifeNews, 9 Juni 2025:

Kemarin di Brussels, polisi Belgia menangkap Lois McLatchie Miller, seorang Pejabat Komunikasi Hukum Senior di ADF International, dan Billboard Chris, seorang advokat perlindungan anak Kanada, karena dengan damai memegang papan tanda yang bertuliskan: ‘Tidak Pernah Seorang Anak Lahir ke dalam Tubuh yang Salah.’

Massa yang marah mengepung mereka, namun justru pasangan yang damai itu — bukan para agitator — yang ditangkap polisi. Mereka dibawa ke kantor polisi secara terpisah, digeledah, dan ditahan selama beberapa jam. Pada akhirnya, tidak ada tuntutan yang diajukan. Namun bahkan setelah mengakui tidak ada kejahatan yang mereka lakukan, polisi mengumumkan bahwa papan-papan tanda yang mereka bawa – papan-papan yang mengekspresikan sudut pandang mereka secara damai — akan dihancurkan.

Renungkanlah: Tidak ada tuduhan pelanggaran hukum. Tidak ada vonis hukuman. Namun, properti mereka disita dan dihancurkan oleh pemerintah — semuanya karena ‘kejahatan’ mengekspresikan kebenaran yang tidak mengenakkan di depan umum. Ini terjadi di Brussels — jantung Uni Eropa, bukan Beijing. Di Eropa, bukan di Korea Utara. Dan ini seharusnya membuat setiap orang [terutama yang di Barat] khawatir — terutama orang Kristen dan pendukung pro-kehidupan. Ini hanyalah episode terbaru dalam tren yang mengganggu yang melanda Eropa Barat. Kata-kata yang damai, bermoral, dan berdasarkan fakta malah dihukum dengan kedok ketertiban umum atau toleransi.

Posted in LGBT, Penganiayaan / Persecution | Leave a comment

Aborsi Sindrom Down

Sumber: www.wayoflife.org

Berikut ini dikutip dari “Scotland’s Shame,” The Bridgehead, 30 Mei 2025:

Menurut sebuah studi tahun 2013, hampir 99 persen orang dengan sindrom Down melaporkan bahwa mereka bahagia dengan hidup mereka; 96 persen menyukai penampilan mereka; 97 persen menyukai diri mereka sendiri. Sementara tingkat penyakit mental, kesepian, dan kesengsaraan kronis berada pada titik tertinggi sepanjang masa di banyak negara Barat, orang-orang dengan sindrom Down adalah pengecualian yang membahagiakan. Meskipun demikian, bayi dengan sindrom Down secara sistematis menjadi sasaran dan dibunuh di dalam rahim khususnya karena mereka memiliki sindrom Down.

Setiap beberapa tahun, ada cerita buruk lainnya tentang genosida prenatal yang tak terlihat dan terus berlangsung terhadap orang-orang dengan sindrom Down. Pada tahun 2017, terkuak berita bahwa sindrom Down telah ‘hampir menghilang’ di Islandia. Pada tahun 2019, hanya 18 anak dengan sindrom Down yang lahir. Di Norwegia awal tahun ini, para orang tua menentang tekanan untuk menggugurkan bayi dengan diagnosis sindrom Down. Minggu ini, sebuah laporan baru mengindikasikan bahwa Skotlandia telah melihat ‘peningkatan dramatis dalam aborsi yang melibatkan diagnosis sindrom Down, dengan angka pemerintah menunjukkan peningkatan 82% sejak 2021.’

Menurut Lynn Murray dari kelompok advokasi Don’t Screen Us Out, peningkatan tersebut sebagian besar dapat dikaitkan dengan peluncuran ‘tes prenatal non-invasif’ yang dikenal sebagai NIPT, yang telah mempermudah pendeteksian sindrom Down. … Di Inggris Raya, aborsi ilegal setelah 24 minggu–kecuali jika anak tersebut didiagnosis dengan sindrom Down, dalam hal ini aborsi diizinkan hingga saat kelahiran. Bayi laki-laki dan perempuan yang sehat tubuhnya tetapi memiliki sindrom Down, dapat dipenggal, dipotong-potong, dan dikeluarkan isi perutnya jauh melewati titik di mana mereka mampu merasakan sakit yang luar biasa hanya karena mereka memiliki sindrom Down. … Seperti yang pernah diamati oleh Charlotte Helen Fien: ‘Anda dapat mencoba membunuh semua orang dengan Sindrom Down dengan menggunakan aborsi, tetapi Anda tidak akan lebih dekat untuk menjadi masyarakat yang sempurna. Anda hanya akan lebih dekat untuk menjadi masyarakat yang kejam dan tidak berperasaan.’ Dia benar. Kita sudah sampai di sana.

Posted in Kesehatan / Medical, Kesesatan Umum dan New Age | Leave a comment