Umat Pantekosta Menggunakan ChatGPT untuk Menafsirkan “Bahasa Lidah”

Sumber: www.wayoflife.org

Berikut ini kutipan dari “New Claims,” Crosswalk, 11 Juli 2025: “Shawn Bolz, seorang yang mengaku dirinya sendiri sebagai nabi, baru-baru ini mengklaim bahwa orang Kristen Karismatik dan Pantekosta telah memulai suatu tren di mana mereka dapat menafsirkan bahasa lidah, yang juga dikenal sebagai glossolalia, dengan menggunakan ChatGPT. Bolz, yang sebelumnya pernah dituduh memalsukan nubuat, membahas masalah ini dalam sebuah video berjudul ‘God, Technology & the Next 25 Years: the Prophetic Mandate for Innovation’ di Kanal YouTube-nya akhir bulan lalu.”

Komentar: Ini hanyalah omong kosong Pantekosta lainnya. Bahkan di era para rasul, karunia berbahasa lain tidak boleh diucapkan tanpa penafsiran (1 Korintus 14:27), dan ini membantah gerakan bahasa lidah sejak awal permulaannya di sekolah Alkitab Charles Parham di Topeka, Kansas, pada tahun 1900, dan Misi Azusa Street milik William Seymour, pada tahun 1906. Parham dan Seymour disebut sebagai “para pendiri Pantekostalisme dunia” (Antonio Arnold, We Are Living in the Finished Work of Christ, hlm. 143). Namun, “bahasa lidah” mereka itu hanyalah bunyi-bunyi tidak beraturan, dan tidak disertai penerjemahan. Para peserta di Azusa Street waktu itu “dikuasai oleh suatu mantra aneh dan mulai mengeluarkan suara-suara yang tidak jelas” (Larry Martin, The True Believers, hlm. 58).

Berikut ini adalah bagaimana Parham sendiri menggambarkan “bahasa lidah” di sekolah Alkitabnya: “Keesokan harinya saya pergi ke pusat kota dan sekembalinya saya mendapati SEMUA SISWA DUDUK DI LANTAI BERBICARA DALAM BAHASA-BAHASA YANG TAK DIKENAL, TAK ADA DUA ORANG YANG BERBICARA DALAM BAHASA YANG SAMA, DAN TAK ADA SEORANG PUN YANG MENGERTI UCAPAN TETANGGANYA” (Topeka Mail and Breeze, 22 Februari 1901).

Murid-murid Parham tidak hanya mengaku berbicara dalam bahasa lidah tetapi juga menulis dalam bahasa lidah. Mereka mengatakan tulisan-tulisan ini adalah bahasa asing, seperti bahasa Mandarin, tetapi ketika diperiksa oleh orang-orang yang berpengetahuan [dalam bahasa-bahasa itu], ternyata hanya berupa coretan-coretan yang tak terbaca (James Goff, Jr., Fields White Unto Harvest, hlm. 76). Kita memiliki catatan nyata dari salah satu “bahasa lidah” yang diucapkan oleh murid-murid Parham yang ditulis oleh seorang reporter Topeka State Journal. Saya menemukan salinan ini beberapa tahun yang lalu saat berkunjung ke Kansas State Historical Society.

“Tuan Parham memanggil Nona Lilian Thistlethrate ke ruangan dan bertanya apakah dia bisa berbicara sedikit. Dia … mulai mengucapkan kata-kata aneh yang terdengar seperti ini: ‘Euossa, Euossa, use rela sema calah mala kanah leulla ssage nalan. Ligle logle lazie logle. Ene mine mo, sah rah el me sah rah me.’ Kalimat-kalimat ini diterjemahkan menjadi, ‘Yesus berkuasa untuk menyelamatkan,’ ‘Yesus siap untuk mendengar,’ dan ‘Allah adalah kasih’” (“Hindoo and Zulu Both Are Represented at Bethel School,” Topeka State Journal, 9 Januari 1901). Ligle logle lazie logle!!!!! Ene mine mo!!!!! Ini persis jenis “bahasa lidah” yang pernah saya dengar di berbagai pertemuan Pantekosta dan karismatik di berbagai belahan dunia, tetapi itu semua adalah kekacauan dan omong kosong. “Sebab Allah bukanlah sumber kekacauan, melainkan damai sejahtera, sama seperti dalam semua jemaat orang-orang kudus” (1 Korintus 14:33, ITR).

This entry was posted in Kharismatik/Pantekosta. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *