Sarang Tawon yang Menentang Evolusi

(Berita Mingguan GITS 27 Februari 2010, diterjemahkan dari www.wayoflife.org)
Teori evolusi Darwinian tidak dapat menjelaskan bagaimana tawon dapat terjadi. Kita bisa saja memperhatikan matanya, kemampuannya yang menakjubkan untuk terbang dan mendarat, sayapnya yang dapat ditekuk (pada beberapa model), dan banyak hal lain, tetapi coba kita memperhatikan siklus reproduksi salah satu tawon. Tawon ini adalah Eumenes amedei, yaitu suatu serangga kecil dengan warna hitam dan kuning mirip tawon yang hidup di Eropa Selatan dan Afrika Utara. Betinanya membangun sarang-sarang berkubah kecil dengan ukuran kira-kira seperti buah cherry, dan di dalamnya mereka menaruh telur mereka, satu telur per bangunan. Rumah yang mereka bangun ini terdiri dari bebatuan kecil yang dicampur dengan mortar yang terbuat dari debu bercampur dengan ludah sang betina. Dia menyeleksi setiap batu kecil dengan hati-hati, mengetesnya dengan rahangnya untuk menentukan berat, kekerasan, dan ukuran yang tepat. Dia juga lebih menyukai batu yang atraktif, seperti quartz yang berkilau. Dengan penuh keterampilan dia membentuk sarang yang bulat itu, batu demi batu, menyambungkan mereka dengan mortar yang kuat, tahan air, dan cepat mengering tersebut. Telur digantungkan pada atap dari rumah kecil tersebut dengan sebuah benang kecil, dan sebelum menutup sarang tersebut dengan semen alami, sang betina menyetok-nya dengan makanan dalam bentuk ulat bulu. Agar ulat bulu ini tidak melarikan diri atau merusak telur, ia melumpuhkan ulat bulu tersebut dengan sengat yang mempertahankan hidupnya cukup lama hingga anak tawon menetas. Sang betina juga memperhitungkan berapa ulat bulu yang perlu ditaruh di setiap sarang, lima untur telur-telur yang mengandung tawon jantan dan sepuluh untuk yang mengandung tawon betina. Bagaimana dia bisa tahu jenis kelamin anak-anaknya yang belum menetas itu adalah sebuah misteri bagi para evolusionis, tentunya, tetapi ia tidak pernah salah. Ketika anak tawon itu keluar dari telurnya, ia akan memakan habis kulit telur, lalu ia akan membuat bagi dirinya kantung sutra kecil yang tergantung, dengan kepalnya ke sebelah bawah. Ia akan menurunkan dirinya sendiri dalam kantung itu untuk memakan ulat bulu yang masih hidup tersebut, hingga waktunya tiba untuk keluar dari sarang.

This entry was posted in Science and Bible and tagged , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *