Kesesatan Waldensis Modern

(Berita Mingguan GITS 13 September 2014, sumber: www.wayoflife.org)

Pada abad 16 dan 17, kaum Waldensis bergabung dengan kaum Protestan Reformed di Jerman dan Perancis. Pada waktu itu, mayoritas mereka sudah menerima baptisan bayi. Masuk ke zaman modern, mereka semakin lama semakin lemah, dan hari ini kaum Waldensis berada di garis terdepan kesesatan ekumenis dan theologis. Pada tahun 1975, gereja-gereja Waldensis di Italia bergabung dengan kaum Metodis yang liberal di sana. Waldensis menjadi anggota dari WCC (World Council of Churches) yang liberal radikal. (Pertemuan Keenam WCC di Vancouver, British Columbia, tahun 1987, dibuka dengan pengorbanan kafir oleh orang-orang Indian Amerika Utara sambil mereka menari mengelilingi api “suci”). Buku You Are My Witnesses: The Waldensians across 800 Years, yang saya beli saat di Museum Waldensian di Torre Pellice, menghilangkan keraguan tentang kesesatan kaum Waldensis hari ini. Pada tahun 1947, mereka membentuk pusat ekumenis Agape, yang pembangunannya “mengakhiri secara definit sifat konservatif gereja tersebut” dan “mendorong gereja itu ke arah yang jauh lebih liberal, bahkan radikal” (You Are My Witnesses, hal 277). Sejak awal 1980an, Agape “telah menyelenggarakan konferensi-konferensi ekumenis untuk kaum homoseksual” (hal. 303). Pada tahun 1962, sinode Waldensian memvoting untuk menahbiskan wanita sebagai gembala sidang, dan hari ini 14% gembala dan kira-kira 50% murid theologi adalah wanita (hal. 298). Valdo Viney, mantan dekan dari Seminary Waldensian, mengatakan bahwa waktu bagi penginjilan tradisional “sudah berlalu dan kini diperlukan bagi kaum Waldensian untuk menjadi ragi yang kritis dalam kekristenan Italia dan budaya” (hal. 283). Kesesatan kaum Waldensian modern yang sedemikian parah digambarkan dalam paragraf berikut, pada ujung dari buku You Are My Witnesses: “Secara kultural, Italia adalah masyarakat yang pluralistik, tempat semua pengakuan iman dapat hidup dengan damai berdampingan, orang percaya dengan orang tidak percaya, Kristen dengan Muslim, Yahudi dengan Katolik, Ortodoks dengan Protestan, Mormon dengan Saksi Yehovah. Siapakah yang lebih baik, daripada Gereja Waldensian yang kuno, yang berakar di sepanjang semenanjung dan Sisilia, untuk menyimbolkan sikap terbuka kepada pluralisme ini, untuk melegitimasinya, dan memberikannya perspektif historis yang setua negara ini sendiri?” (hal. 293). Ini terdengar seperti “gereja esa-sedunia” yang bersifat pelacur dan sinkretistik, yang ada dalam Wahyu 17, dan kaum Waldensis, setelah menolak warisan rohani mereka yang mulia, ada persis di tengah-tengah semua itu.

This entry was posted in Kesesatan Umum dan New Age. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *