(Berita Mingguan GITS 2 Januari 2016, sumber: www.wayoflife.org)
Tiga bulan setelah menerbitkan buku terakhir dari seri yang menghujat Allah dan Kristus dan kebenaran alkitabiah dan meninggikan manusia sebagai allah, filsuf terkenal Friedrich Nietzsche (1844-1900) menjadi gila dan hidup sebagai seorang petapa menyedihkan selama sebelas tahun terakhir hidupnya, diurus oleh saudarinya. Bukunya yang terakhir berjudul The Antichrist. Komentar berikut tentang hidup Nietzsche dicuplik dari buku Kevin Swanson, Apostate: The Men who Destroyed the Christian West, 2013: “Ketika humanis yang konsisten dengan dirinya sendiri akhirnya tiba pada kesimpulan bahwa tidak ada arti yang essensial pada apa yang dia katakan, maka dia terpaksa meninggalkan semua rasionalitas, dan memilih kegilaan. Jika, sesuai dengan cara pandang dunia yang dia miliki, otak hanyalah suatu proses alami dalam dunia yang hanya terdiri dari materi saja, maka apa artinya semua ide yang immaterial ini? Jika otak hanyalah kumpulan reaksi kimia yang mirip dengan proses-proses kimia dalam rumput yang tumbuh di halaman depan, mengapakah kita harus serius menanggapi ide-ide yang muncul dari otak orang-orang ini? Tanpa adanya Allah yang immaterial sebagai Sumber hikmat dan pengetahuan yang absolut, maka tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan arti kehidupan ataupun rasionalitas manusia. Filsuf yang paling konsisten dan brilian harus pada akhirnya memilih Allah atau kegilaan.”