Pornografi Mengkhamirkan Masyarakat dengan Kekerasan, Menghancurkan Maskulinitas dan Feminimitas yang Benar

Sumber: www.wayoflife.org

Tidak ada habis-habisnya kerusakan moral akibat sifat manusia yang sudah jatuh dalam dosa, bagaikan jurang kejahatan yang tak berdasar. Hati manusia “sangat jahat” (Yeremia 17:9). Kristus bersabda, “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan” (Markus 7:20-22). Namun adalah kebenaran juga bahwa manusia dapat menjaga hati agar kejahatan yang ada di dalamnya tetap terkendali. “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. Buanglah mulut serong dari padamu dan jauhkanlah bibir yang dolak-dalik dari padamu. Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka” (Amsal 4:23-25). Perhatikan penekanan ganda pada pengendalian apa yang dilihat mata.

Sepanjang sejarah umat manusia, tidak ada yang lebih hebat meningkatkan sifat rusak manusia selain ketersediaan pornografi melalui internet. Hal ini mencemari masyarakat dalam segala hal di setiap tingkatan. Pornografi cenderung dengan cepat menurun dari seksualitas “normal” menjadi segala jenis penyimpangan dan khususnya menjadi kekerasan. Berikut ini kutipan dari Jonathon Van Maren, “Is Violent Porn Making Girls Identification as Transgender,” The European Conservative, 7 Februari 2024: “Kecanduan pornografi kini ada di mana-mana di kalangan anak muda, dan sebuah generasi telah tumbuh dengan pandangan mereka tentang seksualitas yang dibentuk oleh konten ekstrem dan kekerasan yang ditemukan di situs-situs porno besar seperti Pornhub. Dampaknya adalah lingkungan seksual yang semakin beracun dan menjadikan kekerasan seksual sebagai hal yang biasa.

Dame Rachel de Souza, Komisaris Anak untuk Inggris, baru-baru ini memperingatkan bahwa kekerasan seksual yang terinspirasi dari pornografi sedang meningkat bahkan di kalangan anak-anak. ‘Saya tidak akan pernah melupakan gadis yang menceritakan kepada saya tentang ciuman pertamanya dengan pacarnya, berusia 12 tahun, yang lalu mencekiknya,’ de Souza melaporkan. ‘Dia pernah melihatnya di pornografi dan menganggapnya normal.’ Sebuah laporan baru di Inggris menunjukkan bahwa ‘hampir setengah dari seluruh anak perempuan berusia 16 hingga 21 tahun mengatakan bahwa mereka pernah mempunyai pasangan yang mengharapkan seks yang melibatkan agresi fisik seperti menampar dan mencekik. Normalisasi kekerasan seksual adalah konsekuensi budaya dari para remaja laki-laki yang membayangkan diri mereka sebagai agresor dalam jutaan adegan porno.

Remaja perempuan dan laki-laki kini memasuki usia dewasa dalam peta denah kencan yang sebagian besar dibentuk oleh pornografi. Kekerasan seksual telah menjadi norma tidak hanya bagi orang dewasa yang meniru pornografi digital dan hiburan seksual seperti Fifty Shades of Grey, tetapi juga bagi anak di bawah umur dan remaja. Sebagian besar kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat kita kini hanyalah bagian dari cara laki-laki dan perempuan — serta remaja laki-laki dan perempuan — memperlakukan satu sama lain, dan sebagian besar perilaku ini terjadi di zona abu-abu yang terus berkembang antara persetujuan, kejahatan, dan pemaksaan.

Saya telah berbicara tentang isu pornografi, terutama kepada pelajar, selama lebih dari satu dekade, dan saya dapat membuktikan fakta bahwa banyak anak perempuan yang takut dengan apa yang mereka lihat dalam pornografi. Dalam video-video yang mereka temui, perempuan hampir selalu menjadi sasaran penganiayaan dan bahkan penyiksaan yang mengerikan. Karena budaya pemerkosaan digital yang sudah menyebar luas ini telah mengabur menjadi kenyataan, masuk akal jika beberapa anak perempuan bereaksi terhadap ekspektasi seksual baru ini dengan menolak identitas perempuan. Memang benar bahwa semakin banyak anak perempuan yang menganut androgini dan mengidentifikasi dirinya sebagai ‘non-biner’ – banyak dari mereka yang tidak ingin bertransisi menjadi laki-laki, mereka hanya tidak ingin menjadi perempuan.” KESIMPULAN: Di masa yang jahat ini, sangatlah penting bagi para orang tua Kristen dan pemimpin gereja untuk sadar dan melindungi anak-anak dan remaja mereka dari jebakan maut yang hanya berjarak satu klik mouse atau satu layar saja.

This entry was posted in Kesesatan Umum dan New Age, Separasi dari Dunia / Keduniawian. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *