Pada hari Jumat minggu lalu, mayoritas anggota Mahkamah Agung AS meninggikan diri mereka sendiri melawan Allah dan FirmanNya dan juga UUD AS, dengan membuat keputusan bahwa pasangan sesama jenis boleh “menikah” di semua negara bagian, yang meruntuhkan semua hukum yang menentang tindakan ini.
Hal ini tidak mengejutkan, tentunya, mengingat berbagai keputusan yang telah dibuat oleh institusi tersebut selama 50 tahun belakangan. Mereka telah membuat hukum (editor: yang mestinya adalah tugas legislatif), bukannya membuat keputusan berdasarkan hukum (editor: yang adalah tugas yudikatif) (misalnya, menghilangkan doa dan pembacaan Alkitab dari sekolah-sekolah pada tahun 1962 dan 1963, menciptakan hak untuk aborsi pada tahun 1973, mencabut hukum tentang sodomi tahun 2003, dan melegalkan kebanyakan bentuk pornografi).
Hal ini sama sekali bertentangan dengan pengajaran Yesus Kristus bahwa pernikahan adalah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.
“Jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Matius 19:4-6).
Keputusan ini bukan hanya melawan Firman Allah; tetapi juga melawan UUD AS. Tidak ada sedikitpun jejak dukungan untuk “pernikahan” sesama jenis dalam Undang-Undang Dasar (Konstitusi) Amerika Serikat.
Masih dapat kita hargai, Hakim Agung Clarence Thomas, Antonin Scalia, John Roberts, dan Samuel Alito, yang menolak keputusan ini, membuat pernyataan yang baik.
Hakim Agung Roberts mengatakan, “Keputusan mayoritas ini adalah tindakan kehendak, bukan suaut keputusan legal. Hak yang dinyatakan dalam keputusan ini tidak ada dasarnya dalam Konstitusi (UUD) atau preseden mahkamah ini. Kita ini berpikir kita siapa? …. Orang-orang yang mendirikan negara ini tidak akan mengakui konsep mayoritas tentang peran judisial ini … Mereka tidak akan pernah membayangkan membiarkan hak mereka dalam suatu topik kebijakan sosial ditentukan oleh hakim-hakim yang tidak dipilih langsung dan tidak harus bertanggung jawab kepada siapa-siapa” (“Chief Justice Roberts,” Business Insider, 26 Juni 2015).
Hakim Agung Scalia mengatakan bahwa Mahkamah Agung telah menjadi ancaman bagi demokrasi, dengan penjelasan: “Dekrit hari ini mengatakan bahwa Penguasa saya, dan Penguasa 320 juta orang Amerika dari pantai ke pantai, adalah mayoritas dari sembilan pengacara di Mahkamah Agung. Praktek revisi Konstitusi oleh komite sembilan yang tidak dipilih rakyat ini, yang selalu disertai (sebagaimana hari ini) oleh pujian heboh tentang kebebasan, merampoki Rakyat akan kebebasan yang paling penting yang mereka tekankan dan menangkan dalam Deklarasi Kemerdekaan: kebebasan untuk memerintah diri sendiri.”
Scalia memperingatkan bahwa “keputusan mayoritas ini mengancam kebebasan beragama yang telah sejak lama dilindungi oleh Bangsa kita.”
Ini adalah hari yang menyedihkan bagi Amerika dan keputusan ini akan mempercepat penganiayaan yang sudah mulai, tetapi Allah tetaplah Allah; Dia masih di atas takhtaNya, FirmanNya masih benar, dan Yesus masih akan datang kembali.
Hal seperti ini hanyalah mengingatkan anak-anak Allah yang sejati bahwa kita ini musafir di negeri asing. Kita mengklaim percaya janji-janji Allah. Mari kita bertindak sesuai klaim kita di hadapan kesulitan dan jangan menjadi umat yang kebingungan ketika bayangan kesusahan menimpa.
Firman Tuhan berbicara mengenai situasi seperti ini:
“Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada TUHAN dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu” (Mazmur 37:1-4).
“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Mat. 6:34).
“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. 11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. 12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu” (Mat. 5:10-12).
Apakah kita sungguh mempercayai Firman Allah?
Sepanjang sejarah, umat Allah telah harus membuat keputusan, mengenai siapa yang akan mereka taati ketika ada konflik otoritas, dan konflik otoritas selalu terjadi.
Allah memberitahu umatNya untuk menaati Kaisar (Roma 13:1-7), tetapi tidak ketika Kaisar meninggikan diri melawan Yang Maha Tinggi.
“Mereka membawa keduanya dan menghadapkan mereka kepada Mahkamah Agama. Imam Besar mulai menanyai mereka, katanya: “Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam Nama itu. Namun ternyata, kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu dan kamu hendak menanggungkan darah Orang itu kepada kami.” Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kis. 5:27-29).
Pingback: Mahkamah Agung AS Secara Menyedihkan Menentang Allah | Kristen Alkitabiah