Gerakan Menyerah yang Terus Merangsek

(Berita Mingguan GITS 11 Juli 2015, sumber: www.wayoflife.org)

Berikut ini ditulis pada tahun 1929 oleh I. M. Haldeman, dengan judul A King’s Penknife, atau Why I am Opposed to Modernism (Mengapa Saya Menentang Modernisme): “Sebuah kata yang dengan gampangnya dilontarkan terhadap siapapun yang mempertahankan integritas Alkitab, bukan hanya sebagai patokan iman, tetapi juga patokan perilaku, adalah ejekan berikut: ‘Sempit.’ (Editor: Berpikiran sempit! Berwawasan sempit!) Ada orang-orang Kristen, bahkan di mimbar-mimbar, yang cukup setia dan mau bertahan pada panggilan mereka, tetapi merinding ketika kata ini dituduhkan kepada mereka. …Tetapi sebagaimana saya ingat khobah dari sang Anak Allah, saya menemukan ada suatu kesempitan yang positif: Dialah yang mengatakan, ‘sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan.’ ….Memprotes keras hal ini dan menyebutnya sebagai sesuatu yang ‘memecah-belah;’ menyarankan kompromi demi ‘persaudaraan’ dan ‘kasih Kristiani’ dan berbicara dengan nada bahwa KASIH LEBIH PENTING DALAM JEMAAT DARIPADA KEBENARAN DOKTRIN, ADALAH KELEMAHAN EMOSIONAL DAN KESALAHAN FATAL. …Kata ‘toleransi’ (Editor: dalam pemahaman kompromi, misalnya memperbolehkan pengajaran sesat), tidak boleh ada dalam kosa kata gereja. Kata ini tidak ada dalam Alkitab. Ini bukan kata yang baik. Ini tidak dipakai oleh kaum yang baik. Ini adalah kata yang dipakai oleh orang-orang yang tidak mau memihak ke siapa-siapa. Terkandung di dalamnya, tidak peduli betapapun diencerkan, gerakan untuk menyerah yang terus merangsek. …Mengapakah Gereja harus mentoleransi orang-orang yang tidak mentoleransi Alkitab sebagai Kitab yang dari Tuhan?”

This entry was posted in Fundamentalisme. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *