Komplotan yang Tidak Kudus di Gereja

(Berita Mingguan GITS 16 April 2016, sumber: www.wayoflife.org)

Orang-orang muda seharusnya tidak diizinkan duduk bersama di gereja kecuali jika mereka sama-sama adalah orang-orang yang berpikiran rohani dan serius tentang mencari Tuhan; jika tidak maka mereka justru akan menganggu satu sama lain dan juga orang lain. Di gereja kami ada banyak orang muda yang rohani yang duduk bersama dan saling menguatkan dan mendorong satu sama lain untuk mendengar dan mencatat khotbah dengan baik, tetapi ketika orang muda hanya berada di gereja karena terpaksa dan mereka tidak memiliki hati untuk kebenaran, mereka semestinya tidak diperbolehkan duduk bersama. Ini adalah demi mereka, demi orang-orang muda lain yang terpengaruh oleh teladan mereka, dan demi seluruh jemaat. Seorang pembaca menulis tentang anak-anak remaja (SMP-SMA) yang duduk bersama-sama dan main video game saat kebaktian. “Sambil salah satu main, anak di samping kanan kirinya menonton sampai giliran mereka.” Ini adalah hal yang menyedihkan, dan kita bertanya-tanya di mana peran orang tua? Dan mengapa gembala sidang tidak menghentikan hal seperti ini? Orang-orang dewasa ini bisa jadi takut “kehilangan anak-anak ini,” tetapi sebenarnya mereka sudah “terhilang.” Tubuh mereka bisa saja di gereja, tetapi hati mereka dengan teguh berada di dunia. Jadi minimal orang dewasa mestinya memecahkan komplotan yang tidak kudus ini dan membuat kebaktian kondusif bagi orang lain untuk mendengarkan Firman Tuhan tanpa terpancing oleh anak-anak konyol ini dan mainan mereka. Dan siapa tahu, jika komplotan ini dipecahkan dan para remaja pemuda ini diharuskan duduk tenang selama khotbah, Allah bisa bekerja di hati sebagian mereka dan mereka bertobat dari sikap tidak hormat mereka akan hal-hal ilahi.

This entry was posted in Gereja. Bookmark the permalink.

1 Response to Komplotan yang Tidak Kudus di Gereja

  1. Elizabeth says:

    AMIN.
    Saya setuju dengan Anda.
    Karena saya pernah menyaksikan sendiri bagaimana pasangan muda-mudi duduk bersama di gereja — di mana pun saya berkunjung untuk bertamu — sebagian besar tidak untuk mencari TUHAN dan hadirat-NYA, melainkan sibuk dengan urusannya sendiri.
    Bahkan beberapa tahun lalu sekitar 2007, saya pernah menghadiri acara Natal bersama di sebuah gereja atas undangan sahabat saya, saya terkaget-kaget karena tempat saya duduk sebagian besar di isi oleh pasangan muda-mudi yang duduk berhimpitan dengan sangat dekat dan saling berangkulan, bahkan tidak segan berciuman selama kebaktian.

    Ibada pujian menjadi tidak menarik bagi mereka selain hanya sibuk untuk mengurus pasangannya sendiri.
    Bahkan ketika penyampaian khotbah pun, saya disuguhi pemandangan tidak sopan, kebanyakan bermain handphone, bahkan bersenda gurau, dan bercanda dengan pasangannya.

    Saya jadi prihatin dengan sikap-sikap anak-anak muda jaman sekarang.
    Gereja tidak lagi menjadi tempat untuk menyembah bersama TUHAN secara bersama-sama, melainkan beralih fungsi sebagai tempat layaknya mal-mal dan tempat nongkorng lain.
    Jadi, selama acara tersebut, saya banyak menyaksikan pemandangan “aneh” yang saya tidak pernah menyangka sebelumnya, karena dalam pemikiran saya, gereja adalah tempat orang-orang kudus mencari TUHAN secara bersama-sama dengan sesama orang beriman lainnya (walaupun TUHAN sebenarnya bisa ditemui setiap hari dalam saat teduh).
    Tetapi siapa sangka, pengalaman saya menghadiri acara natal di sebuah gereja menjadi satu-satunya pengalaman saya yang membuat saya berpikir bahwa gereja pun diracuni dengan hal-hal yang berbau duniawi.

    Saya kira hal ini bukan sepenuhnya kesalahan anak-anak muda, melainkan juga orang tua, hamba-hamba TUHAN, dan masyarakat sekitar mereka tinggal.
    Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, bagaimana kisah “generasi muda ilahi” pada akhirnya ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *