Ayub dan Bintang-Bintang

(Berita Mingguan GITS 23 Mei 2020, sumber: www.wayoflife.org)

Berikut ini dari creationmoments.com, 13 Mei 2020: “Salah satu argumen untuk melawan penerimaan kisah penciptaan dalam kitab Kejadian, adalah ide bahwa Alkitab ditulis oleh orang-orang kuno yang tidak mungkin memiliki cukup pengetahuan untuk memahami isu-isu ilmiah. Sebagai contoh, para komentator yang percaya evolusi theistik, telah mengusulkan bahwa penulis kitab Kejadian – dan biasanya mereka menolak untuk mengakui bahwa penulisnya adalah Musa – pastinya percaya bahwa langit adalah kubah yang padat, dan bahwa matahari, bulan, dan bintang-bintang hanyalah benda-benda terang yang tertanam dalam kubah padat ini. Saya tentunya sangat tidak setuju dengan penafsiran yang dibuat-buat mengenai teks ini, yang ditulis, menurut para evolusionis, mungkin sekitar waktu pembuangan ke Babel. Kitab Ayub berasal dari kurun waktu yang serupa dengan Kitab Kejadian – dan saya mengusulkan yaitu kira-kira semasa waktu Musa hidup. Dalam Ayub 11:7-8, ‘teman’ Ayub, Zofar, menyatakan bahwa hikmat Allah adalah setinggi langit. Jadi, fakta tak terhingganya Allah dibandingkan dengan luasnya alam semesta. Komentar ini bukan komentar yang terisolir. Dalam Ayub 22:12, Elifas menyatakan: ‘Bukankah Allah bersemayam di langit yang tinggi?’ dan ‘Lihatlah bintang-bintang yang tertinggi, betapa tingginya!’ Komentar-komentar ini bukanlah pernyataan doktrinal yang besar. Namun, mereka menunjukkan opini orang-orang yang hidup di zaman kuno yang sezaman dengan kitab Kejadian, yang tidak percaya bahwa langit itu kubah padat. Sebaliknya, ayat-ayat ini menunjukan ciri-ciri adanya ketelitian ilmiah, yang tidak dapat dijelaskan oleh model sejarah versi evolusi. Ref: Henry Morris, 2000, The Remarkable Record of Job, hal. 43.”

This entry was posted in Science and Bible. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *